Komunitas Simpan-Pinjam: Perwujudan Ut Diligatis Invicem

Kita tak asing dengan nama CU (Credit Union). Dari namanya, CU diharapkan menjadi tempat orang-orang yang bisa dipercaya berkumpul dan berhimpun dalam suatu ikatan bagi mereka yang sepakat untuk menabung uang dan memanfaatkan uangnya demi kepentingan anggota dalam bentuk pinjaman untuk tujuan produktif, yaitu pengembangan usaha atau tujuan promotif, yaitu pengembangan kesejahteraan. Credit berasal dari kata Latin “credere” yang berarti percaya dan Union berasal dari kata Latin unus yang berarti satu atau unio yang berarti kumpulan, kesatuan. Maka, CU sepantasnya menjadi kumpulan orang-orang yang layak dipercaya untuk saling mengasihi satu sama lain (ut diligatis invicem, silih asih). Tujuannya karitatif seharusnya menjadi motivasi yang lebih besar dari dorongan ekonomis.


Kini CU dapat dijumpai di banyak paroki hingga orang berpikir bahwa CU adalah koperasi Katolik walau saat didirikan pada tahun 1840 di Inggris, CU tidak ada kaitan langsung dengan agama. Credit Union dibawa ke Indonesia oleh seorang imam Jesuit berkebangsaan Jerman, Carolus Albrecht, SJ, yang lebih dikenal dengan nama Karim Arbie. Bersama dengan Pastor Frans Lubbers, OSC, Pastor Albrecht, SJ ditugaskan untuk mengembangkan CU di Indonesia bersama Delegasi Sosial hingga CU muncul dalam konteks karya sosial pastoral paroki.


Kita patut bangga bahwa CU pertama di Indonesia didirikan di Gereja Paroki Salib Suci, Kamuning, Keuskupan Bandung pada tahun 1970. Sejak itu, CU yang diminati oleh banyak orang sebagai koperasi simpan pinjam berkembang terus ke seluruh pelosok Indonesia. Pendiriannya biasanya dikaitkan dengan paroki setempat hingga di Keuskupan Bandung ini kita mengenal misalnya, CU (Koperasi Kredit Perekat) di Paroki St. Petrus Katedral, CU (Koperasi Kredit Melania di Paroki St. Melania, CU (Koperasi Kredit Pelangi Kasih) di Paroki Bunda Tujuh Kedukaan Pandu. Dalam perkembangannya, CU mengikuti peraturan perkoperasian di Indonesia. Salah satu akibatnya adalah bahwa banyak tempat pastor paroki tidak lagi berperan secara legal dalam CU hingga saat CU bermasalah, pastor paroki tak bisa terlibat dalam Rapat Umum Anggota. Untuk mengatasinya, Pastor Paroki diusulkan menjadi anggota luar biasa hingga saat ada masalah, pastor paroki bisa menjalankan peran pentingnya. Jalan keluarga ini diusulkan untuk mempertahankan kredibilitas dan akuntabilitas CU yang lahir dan besar sebagai bagian dari karya pastoral Gereja.


Kita bersyukur kepada Allah karena CU berkembang luar biasa bahkan menjadi koperasi kelas kakap dengan simpanan hingga ratusan milyard dan bisa jadi ada CU yang mengelola dana melewati satu triliun. Akhir-akhir ini saya prihatin karena ada CU yang dianggap maju dan mapan di Keuskupan Bandung ini ternyata menghadapi masalah besar hingga ada anggota yang sulit untuk mengambil uangnya padahal ia sangat membutuhkannya. Bahkan, ada CU di suatu paroki di Keuskupan Bandung yang harus ditutup (bubar) padahal sebagian anggotanya beragama bukan Katolik. Malu, prihatin, dan berbagai perasaan lain bercampur saat mendengar CU di suatu paroki bermasalah. Di mana kepercayaan kita? Di mana pelayanan profesional kita? Orang bukan Katolik menjadi anggota (konon) karena percaya bahwa dalam Gereja Katolik semua urusan keuangan akan beres. Saya pernah menerima surat dari beberapa anggota dari tiga CU besar di Keuskupan Bandung yang dianggap bermasalah oleh sebagian anggotanya. Surat tersebut berisi meminta bantuan Uskup untuk turut menyelesaikan persoalan yang sedang bergejolak di CU. Saya arahkan kepada pastor paroki, tetapi pastor paroki pernah ditolak kehadirannya dalam RUA karena bukan anggota CU. Untuk itu, perlu perbaikan AD dan ART bagi CU yang mengaku sebagai CU Katolik yang melekat dengan paroki agar pastor paroki bisa berperan sebagai anggota luar biasa.


Saya pernah bertanya berapa bunga pinjaman di CU suatu paroki. Saya kaget mendengar jawaban bahwa bungannya adalah 2 % per bulan, secara menurun. Artinya, 24 % pertahun bunga efektif yang dihitung berdasarkan sisa pokok pinjaman pada setiap period angsuran. Ini berarti, bunga tersebut lebih besar dari bunga bank komersial. Sebagai perbandingan, suatu bank terkenal pada bulan September 2023 menawarkan pinjaman untuk kendaraan bermotor dengan bunga mulai dari 2,66 persen untuk cicilan 1 tahun hingga 3,6 persen untuk cicilan 4 tahun.


Karena adanya masalah di beberapa CU di Keuskupan Bandung dan keprihatinan atas cita-cita mulia CU yang kini tersandra, pada tahun 2018 saya meminta Vikjen Keuskupan Bandung, Rm. Hilman untuk merintis “CU” di lingkungan para karyawan keuskupan di Bumi Silih Asih dengan ketentuan bunga flat 0,5 % per bulan atau 6 % per tahun sebagai perwujudan dari ut diligatis invicem. Romo Hilman selaku Ketua Harian Dewan Karya Pastoral (DKP) Keuskupan Bandung segera berkordinasi dengan Sekretaris DKP, Bapak Matias Endar Suhendar, untuk mengumpulkan para karyawan BSA dan segera membentuk suatu koperasi yang kemudian diberi nama Komunitas Simpan Pinjam Silih Asih. Kini anggotanya diperluas bagi karyawan keuskupan yang ada di paroki-paroki Bandung Raya. Setelah lima tahun, saya mengusulkan agar keanggotaannya diperluas bagi para guru. Kini Komunitas Simpan Pinjam Silih Asih mengelola dana lebih dari 700 dengan anggota berjumlah 59. Perputaran dana dimanfaatkan para anggota untuk usaha produktif, investasi edukatif anak-anak, atau kegiatan promotif (untuk kendaraan dan perumahan.) Saya mendengar bahwa SHU yang dibagikan kepada para peminjam dan penyimpan pun lumayan (tahun ini lebih dari 30 juta) karena perputaran modal produktif berjalan baik. Sebetulnya, saya masih minta agar bunganya diturunkan hingga menjadi 4,8 % per tahun, tetapi rupanya masih dipertimbangkan plus-minusnya. Beberapa orang yang mapan dalam ekonomi, menyimpan uang tanpa meminjam hingga aliran dana pinjaman bagi mereka (karyawan) yang membutuhkan pinjman maksimal 4 kali lipat dari simpanan pun berjalan lancar. Tujuan komunitas adalah saling mengasihi dan saling memberkati dalam bentuk simpan pinjam uang.


Semoga Komunitas Simpan Pinjam Silih Asih yang tujuannya utamanya adalah ungkapan saling mengasihi dapat menjadi model CU ideal yang kini di beberapa tempat sedang dirundung masalah. Semoga Komunitas Simpan Pinjam Silih Asih ini juga dapat ditingkatkan ke Badan Hukum dan tergabung dalam INKOPDIT (Induk Koperasi Kredit) dengan tetap menjalankan misi dan visi pendirian yang merupakan perintah Tuhan untuk saling mengasihi (ut diligatis invicem) pada Yoh 15: 17.

Ut diligatis invicem.,

+ Antonius Subianto Bunjamin, OSC