Sejarah

Sejarah Kelahiran Keuskupan Bandung 20 April 1932

Awal Karya Misi di Nusantara 

Sejak pertengahan abad ke-7 sudah terdapat pemeluk Kristen di pantai barat Sumatera Utara. Pada abad ke-13 dan 14 beberapa misionaris Fransiskan singgah di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan ketika berlayar menuju Cina. Kedatangan Portugis di Malaka pada tahun 1511 membuat pewartaan Injil semakin menyebar. Pembaptisan penduduk di Maluku pada tahun 1534 dianggap sebagai awal Gereja Katolik Indonesia. Karya St. Fransiskus Xaverius di Maluku pada tahun 1546-1547 dilanjutkan oleh sejumlah imam Jesuit dan Fransiskan.

Penguasaan VOC di sejumlah wilayah Nusantara memperburuk karya misi. Sejak tahun 1621 Gereja Katolik dilarang di Nusantara. Kampung-kampung Katolik dihancurkan, umat Katolik tidak diberi hak hidup, para imam yang berkebangsaan Portugis dikejar dan diusir. Hanya beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur yang terus bertahan. Prefektur Apostolik Batavia Pada tahun 1806 Raja Louis Napoleon (pangeran Prancis yang menjadi Raja Belanda) mengumumkan undang-undang kebebasan beragama di Negeri Belanda. Gereja Katolik di Nusantara pun dapat berkembang lagi. Pada tahun 1807 dibentuklah Prefektur Apostolik Batavia yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda.

Dua imam praja dari Negeri Belanda tiba pada tahun 1808 sebagai misionaris pertama. Sejumlah imam praja mengikuti jejak langkah misionaris pertama itu. Pada tahun 1842 Prefektur Apostolik Batavia ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik. Sementara jumlah imam praja semakin berkurang, para imam Jesuit terus berdatangan yang dimulai sejak 1859. Pada akhir abad ke-19 tanggung jawab evangelisasi di Nusantara secara kanonik dialihkan dari para imam praja kepada Serikat Jesus. Pada awal abad ke-20 tampak semakin jelas bahwa satu vikariat apostolik, yang mencakup seluruh Nusantara, terlampau luas. Wilayah dan tanggung jawab harus dibagi-bagi. Dalam jangka waktu 30 tahun (1902-1932) Vikariat Apostolik Batavia dibagi menjadi sepuluh wilayah independen yang ditangani oleh berbagai serikat religius. Awal Misi di Cirebon dan Priangan Segera setelah imam-imam Jesuit pertama tiba di Batavia, mereka mengembangkan pula wilayah Jawa Barat bagian timur sebagai daerah penggembalaan. Pada tahun 1878 dibangunlah Stasi Cirebon, dengan Pastor A.v. Moorsel, SJ sebagai pastor stasi, yang wilayahnya meliputi pula Tegal dan Priangan. Pada tahun 1880 diresmikanlah Gereja St. Yosef.

Tidak terlalu lama sesudah pada tahun 1884 dibangun jalur kereta api Batavia-Bandung dibangunlah Gereja St. Franciscus Regis di Bandung yang diberkati pada tahun 1895 (gereja ini kemudian beralih fungsi menjadi gedung pertemuan sosial sesudah dibangun Gereja St. Petrus, dan sekarang sudah tidak ada, sudah menjadi bagian dari gedung Bank Indonesia). Umat Katolik pun berkembang di Bandung hingga salah seorang imam Cirebon ditugaskan mengurusnya. Tahun 1906 adalah tahun ketika Bandung diresmikan menjadi sebuah kota (hari jadi Kota Bandung).

Perkembangan karya misi semakin pesat. Pada tahun 1906 itu pula para suster Ursulin (OSU) datang di Bandung untuk menyelenggarakan sekolah-sekolah, dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah. Pada tahun 1907 Pemerintah Hindia Belanda memisahkan Priangan bersama Kota Bandung secara administratif dari Distrik Cirebon. Gereja Katolik pun secara resmi membentuk Stasi Bandung. Di Cimahi dibangunlah Gereja St Ignatius pada akhir tahun 1908 untuk melayani keluarga anggota militer. Di Garut dibangun Gereja St. Maria pada tahun 1917. Suster-suster Carolus Borromeus (CB) tiba di Bandung pada tahun 1921, yang kemudian segera mendirikan R.S. St Borromeus.

Pada tahun ini pula dimulai pembangunan Gereja St. Petrus, yang diresmikan pada tahun 1922. Ada pun Gereja St. Fransicus Regis dijadikan gedung perkumpulan sosial Katolik. Biara para suster CB selesai dibangun pada tahun 1924. Pada tahun ini pula dibangun SD St. Joannes Berchmans (sekarang SD St Yusuf) di belakang Gereja St. Petrus. OSC Melanjutkan Karya SJ Pada tahun 1926 wilayah penggembalaan Jawa Barat bagian timur diserahkan kepada Ordo Salib Suci (OSC, Ordo Sanctae Crucis).

Tiga imam OSC tiba di Bandung pada tanggal 9 Februari 1927, yaitu: Pastor Marinus Nillesen, OSC; Johannes de Rooij, OSC; dengan Pastor J.H. Goumans, O.S.C. sebagai pemimpin. Pada hari itu diadakan serah terima dari para imam SJ kepada para imam OSC tersebut. Pada tanggal 17 Agustus 1927 didirikanlah Heilige Kruis Stichting (Yayasan Salib Suci), yang di kemudian hari menyelenggarakan sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di seluruh wilayah Keuskupan Bandung. Pada tahun 1930 datanglah para Bruder St. Aloysius (asal Oudenbosch, Negeri Belanda) di Bandung, mendirikan sekolah MULO (sekolah menengah pertama). Melihat perkembangan karya misi di timur Bandung maka dibangun Gereja Salib Suci yang diberkati pada tahun 1929. Gereja Hati Kudus Yesus Tasikmalaya diberkati pada tahun 1931. Pada tahun ini pula diberkati Gereja Antonius Cicalengka.

Jelas bahwa karya misi terkait erat dengan karya pendidikan. Di antara beberapa penyelenggara pendidikan, Yayasan Salib Suci mempunyai peran penting. Tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan karya misi di tanah Sunda ini, maka perhatian diarahkan pertama-tama kepada orang-orang bumiputera. Mulailah dibangun gereja, poliklinik, yang kemudian dilengkapi dengan rumah sakit, asrama untuk perawat dan anak laki-laki, dan akhirnya gedung SD dan SMP. Syukurlah pada waktu itu yang mendampingi para imam untuk mengurusi sekolah-sekolah itu adalah orang-orang Sunda yang ternama, seperti Rd. Agah Suriawinata (suami Pahlawan Nasional Rd. Dewi Sartika). Rd. Agah Suriawinata menjadi guru pertama di Schakelschool di Daendels Weg (Jalan Jakarta). Kemudian Rd. Hadji Djuhari, yang menjadi tangan kanan Pastor Goumans. Dengan Rd. Hadji Djuhari menjadi kepala sekolah maka putera-puteri Sunda tidak takut memasuki sekolah-sekolah Katolik.

Di samping itu ada Rd. Adung Suriadilaga, sesepuh Kabupaten Bandung. Dialah yang memegang sejarah Keluarga Besar Wiranata Kusumah. Rd. Adung banyak mencurahkan tenaga dan pikiran demi kemajuan Standaardschool Cibangkong. Prefektur Apostolik Bandung Pada tanggal 20 April 1932 Paus Pius XI mengangkat karya misi di Jawa Barat bagian timur menjadi Prefektur Apostolik Bandung, dan tak lama kemudian diangkatlah Pastor J.H. Goumans, OSC menjadi Prefek Apostolik. Sejak itu karya pewartaan dilakukan lebih gencar lagi, dengan kedatangan tenaga-tenaga baru. Didirikanlah gedung-gedung gereja, sekolah dan terutama perhatian semakin diarahkan kepada kalangan bumiputera. Melihat perkembangan yang terjadi, pada tahun 1942 Vatikan meningkatkan status Prefektur Apostolik Bandung menjadi Vikariat Apostolik Bandung. Sesudah mengalami zaman pendudukan tentara Jepang, perang kemerdekaan, dan masa awal kemerdekaan RI, pada tahun 1962 status Vikariat Apostolik Bandung ditingkatkan menjadi Keuskupan Bandung. Hingga kini enam uskup telah menggembalakan Umat Katolik Keuskupan Bandung, yaitu: Mgr. J.H. Goumans, OSC (1932-1952), Mgr. P.M. Arntz, OSC (1952-1984), Mgr. A. Djajasiswaja (1984-2006),  Mgr. J. Pujasumarta (2008-12 November 2010), Mgr. Ign. Suharyo sebagai Administrator Apostolik (November 2010 - Juni 2014) dan Mgr. Antonius Subianto Bunjamin (3 Juni 2014 - sekarang).

Doa Ulang Tahun Keuskupan 

Allah Bapa kami, Engkau telah mengutus para misionaris untuk mengajarkan iman, menebarkan rahmat, dan mendirikan Gereja-Mu di tanah kami. Benih-benih iman telah ditebarkan dan kini telah mulai bertumbuh dalam diri umat-Mu. Kami bersyukur telah Kau dampingi kami untuk mengembangkan Gereja-Mu sebagai tanda nyata kehadiran-Mu di tanah kami, Keuskupan Bandung. Di hari ulang tahun berdirinya Keuskupan kami, kami kenangkan dalam nama-Mu semua hamba-Mu yang telah membuat iman kami bertumbuh dan Gereja-Mu berkembang. Merekalah yang memberi kami warisan iman dan tugas perutusan. Kami syukuri warisan iman dan tugas perutusan untuk menghidupkan Gereja-Mu agar semakin mengakar, mekar dan berbuah di tanah di mana kami hidup. Jagailah kesatuan kami dan jauhkanlah kami dari perselisihan agar kami sungguh dapat menjadi saluran perdamaian. Belalah kami dalam berbagai permasalahan agar kami tetap setia dan bertahan menjadi hamba-Mu yang meneruskan tugas dan perutusan. Dengan demikian, nama-Mu senantiasa dimuliakan dan Gereja-Mu senantiasa menjadi saluran keselamatan. Demi Yesus Kristus Tuhan dan Pengantara kami, Amin. 

Bandung, 20 April 2010
Tim Sejarah Keuskupan Bandung.