Pelayanan bagi Warga Binaan

Pelayanan pastoral Gereja selalu diupayakan dan dapat menyeluruh menjangkau kelompokkelompok umat yang kecil dan tak terperhatikan. Gereja terus menerus mengarahkan tugas pelayanan berupa Pastoral pemberdayaan maupun pastoral rohani, untuk menghadirkan kerajaan Allah dan sukacita inijil di tengah dunia. Salah satu kelompok kecil umat yang dimaksud di atas adalah kelompok warga binaan (umat yang berstatus sebagai narapidana). Demikianlah, tanpa umat semua ketahui, mereka selama ini juga mendapat perhatian dan pendampingan dari Gereja. Ada sekelompok orang yang memberikan waktu, budi, energi dan materi bagi keberadaan para warga binaan ini. Untuk mengetahui aneka pelayanan terhadap warga binaan ini.

Redaksi Komunikasi berdiskusi dan meminta buah refleksi dari pengurus komunitas Pelayanan Rohani Katolik (PRK), Julius Picaully dan Farida Lestiono. Dalam wawancara ini kurang lebih digali sejarah singkat Pelayanan Rohani Katolik serta pengembangan karya pastoral lembaga pemasyarakatan (lapas) saat ini dan masa mendatang.

Mengenal Pelayanan Rohani Katolik

Awal pelayanan pastoral lapas dirintis Sr. Floriberta, OSU bersama tiga orang lain yang tergerak hatinya untuk mengunjungi mantan tahanan politik(tapol) di rumah tahanan (rutan) Kebon Waru, sekitar tahun 1962. Para suster Ursulin secara sukarela mengunjungi para eks tapol itu. Perkembangan selanjutnya, mulai melibatkan para frater dalam pelayanan tersebut. Legio Maria pernah aktif dalam pelayanan lapas ini setiap hari Senin dan Kamis, pada tahun 1970 di lapas Suka Miskin, sebelum berganti menjadi lapas Tipikor. Pada waktu itu, Pastor Reichert OSC memberikan dukungan penuh kepada para mahasiswa yang menjadi pelayan firman di lapas. Pada tahun 1980, PRK berdiri dan para awam mulai terlibat di dalamnya.

Generasi pertama mulai muncul dengan kolaborasi para frater, suster dan awam. Pada 1990, mulailah muncul generasi kedua, tokohnya: Daniel Mangundap (85 tahun). Generasi ketiga, tokohnya: Julius dan Farida. Generasi keempat: Like dan rekan-rekan yang lain. Generasi kedua hingga keempat tersebut masih aktif hingga sekarang! Sebelum pandemi beberapa suster RSCJ turut pula berkarya dalam PRK. Rencananya pengurus PRK pun akan kembali merekrut para suster dan frater dalam pelayanan ini.

Pada waktu itu, rutan Kebon Waru dihuni pula warga binaan(warna) yang beragama 7 Kristen Protestan. Atas inisiatif beberapa suster Ursulin, diundanglah beberapa denominasi Protestan (GKI, GPIB Maranata, dsb) untuk pelayanan di lapas. Pada tahun 1985, terbentuklah pelayanan lapas Oikumene yang disebut BKSPFKK (Badan Kerja Sama Pelayan Firman Kristen Katolik). Pada saat itu, pelayanan lapas oikumene menyepakati perjanjian bersama tentang pelayanan dan pembiayaan bersama antara Katolik dan Protestan, sebesar masing-masing 50%. Misalnya untuk pembiayaan Natal bersama sebesar 50 juta rupiah, dibagi masing-masing 25 juta rupiah. Demikian pula jadwal pelayanan rutin lapas, misalnya sebanyak 30 kali, masingmasing akan dibagi menjadi 15 kali. Hingga saat ini, sebanyak 22 gereja Protestan ikut dalam pelayanan ini, sedangkan Katolik dari paroki-paroki Keuskupan Bandung. Dari kesepakatan tersebut di atas, berhubung pihak Protestan lebih banyak denominasi dan juga warna yang harus dilayani, diputuskan pihak Katolik mengurangi pelayanannya menjadi hanya 12-13 kali saja sebulan (kurang lebih 1/3). Jumlah lapas semakin bertambah, sedangkan para pelayan masih tetap. Idealnya pelayanan rohani ini dilayani satu orang, dalam sebulan. Para pegiat pun perlu mengurus keluarganya.

Berdasarkan data, para perintis PRK melayani lapas Banceuy, lapas Sukamiskin, lapas Kebon Waru. Perkembangan berikutnya, Jelekong(Dayeuh Kolot), Lapas Perempuan Bandung, Lapas Anak Bandung, Lapas Subang, Lapas Purwakarta, Lapas Cirebon (Kesambi, Benteng, Khusus Narkotik-Ciwaringin), Garut, Cianjur. Lapas Cianjur bekerja sama dengan Keuskupan Bogor. Tercatat sudah ada 15 lapas dari 28 lapas di Provinsi Jawa Barat. Pelayanan lapas di Ciamis, Tasikmalaya, Banjar, Indramayu belum terlayani, karena keterbatasan dana. Pembentukan tim membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk tim yang pergi pulang, cara melayani warna, serta perlunya pemantauan. Jika tim sudah terbentuk, maka perlu kerja sama dengan pewarta setempat.

Kunjungan atau pelayanan lapas, hendaknya bukan perwakilan individu, melainkan melalui kelompok yang sudah dipercaya. Jika ada gereja Protestan yang hendak melayani, maka perlu koordinasi dengan BKSPFKK. Sedangkan untuk pelayanan dari Gereja Katolik hanya melalui PRK. Pastor Hilman sebagai pembimbing PRK berharap agar PRK melayani lapas sesuai wilayah paroki. Misalnya pelayanan PRK di Karawang, hendaknya melibatkan paroki Kristus Raja Karawang dan paroki Santo Marinus Resinda. PRK Keuskupan Bandung hanya menjadi pemantau saja. Pelayanan PRK bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama dan Lapas. Hendaknya paroki-paroki dapat menjalin kerja sama yang baik antar tiga lembaga tersebut. PRK Bandung menjadi proyek percontohan kotakota lain, karena adanya kelompok oikumene dan teroganisir. Beberapa tempat lain belum ada yang mengelola dua kelompok: Katolik dan oikumene. Seorang imam dari Bali pernah belajar bersama komunitas PRK Bandung untuk pengorganisasian komunitas di sana.

Pembekalan Bagi Para Pelayan Rohani Katolik

Sebelum pandemi, para pelayan bergabung pada sebuah komunitas Pelaksana Sabda Markus (PSM). Pemilihan nama Markus karena bertepatan dengan Tahun Markus. Setiap hari Jumat, para pelayan ini membahas Injil yang akan dibacakan setiap hari Minggu bertempat di salah satu ruang Fakultas Filsafat Unpar. Setelah mendalami iman, mereka merayakan Ekaristi di masing-masing gereja, sambil mendengarkan dan mencatat homili. Mereka mendalami teks dan konteks bacaan yang dipilih agar mudah disampaikan kepada warna di pekan tersebut. Para pastor yang mendampingi, yaitu: RD Bhanu Viktorahadi, RP Leonardus Samosir, OSC, RD Istimoer Bayu, almarhum RP Markus Priyo Kushardjono, OSC, dan almarhum RP Souw Hong Guan, OSC.

Pelayanan sakramen ekaristi dirayakan setiap tiga bulan sekali, terutama lapas yang cukup banyak warnanya beragama Katolik. 8 Jika tidak ada warna yang Katolik, hanya dilaksanakan ibadat sabda saja. Saat PRK bertugas, perayaan Natal dirayakan dengan ekaristi. Pelayanan sakramen lainnya, yaitu: pengakuan dosa. Selain itu, pernah pula dilaksanakan pembaptisan di lapas Perempuan dan lapas Sukamiskin. Warna yang bersedia dibaptis karena kemauan mereka sendiri. Mungkin saja, mereka terkesan terhadap pelayanan PRK yang baik. Para pelayan berdisiplin tinggi dengan memberikan pelayanan yang terbaik. Saat ada yang berhalangan, mereka mencari pengganti atau menggeser jadwal yang sudah tersedia. Semua hal itu selalu dikomunikasikan ke pihak lapas.

Menurut Farida, waktu, tenaga, komitmen menjadi hal paling utama dalam pelayanan ini. Jadwal yang sudah ada kadangkadang berubah. Ia mencoba membuat variasi pertemuan dengan mengajak para warna untuk bermeditasi, masuk dalam keheningan. Ia pun mengajak beberapa komunitas untuk menjadi pelayan, di antaranya: Meditasi Cinta Kasih Ilahi (MCKI) dan Legio Maria. Selain itu, pelayanan ini dibantu Support, sebuah program pembinaan khusus untuk menjadi pewarta dari Badan Pembaruan Karismatik Katolik Keuskupan Bandung. Setelah lulus pembinaan, mereka dapat mewartakan di manapun.

Para pelayan itu terbantu dengan adanya Tatap (Tafsir Alkitab), sebuah program pengganti PSM. Tatap merupakan buah karya Julius saat menuliskan tafsir-tafsir Alkitab berdasarkan bacaan Mingguan, ia menuliskannya dengan tekun dan menjadi bermanfaat bagi para pewarta. Dalam program Tatap, para pelayan mendapatkan kisi-kisi bahan renungan yang akan disampaikannya. Buku sudah tersedia dan Julius mendampingi para pelayan firman itu.

Tantangan pelayanan pada lapas Sukamiskin menjadi lapas tipikor. Para warna di sana merupakan pejabat, pendeta, penatua, dan orang berpendidikan tinggi. Untuk itu, perlu sebuah cara pendekatan, yaitu: sharing, saling mendengarkan dan tidak ada perdebatan. Para Warga Binaan di lapas ini tidak suka digurui, tetapi lebih suka mendengarkan kisah pengalaman pribadi masing-masing pelayan. Para pelayan firman ini merasakan penyertaan Roh Kudus dalam setiap sharing mereka. Salah satu kesepakatan di lapas ini, yaitu: perayan Misa sebulan sekali karena banyak warna Katolik di sana.

Manfaat dari Para Warga Binaan (Warna)

Julius menyampaikan bahwa sebagian besar warna merupakan korban, bukan pelaku. Pada umumnya, mereka dibayar pelaku agar keluarga warna terpenuhi kebutuhan hidupnya. Ada banyak kisah hidup berdasarkan penuturan warna tentang lika liku hidup mereka yang tidak dapat diungkapkan di sini. Sebagian besar warna yang mendapatkan manfaat mendengarkan Firman Tuhan umumnya setelah mereka keluar dari penjara. Beberapa orang seringkali menghubungi Julius setelah berhadapan kembali dengan kenyataan hidup sehari-hari. Pada umumnya mereka menyebut bahwa kotbah tidak berguna, tetapi berdasarkan pengalaman hidup nyata mereka, perlu kesabaran dan ketekunan untuk menjalankannya.

Harapan

Pemilihan ketua PRK ditentukan setiap lima tahun sekali, sedangkan BKSPFKK setiap tiga tahun sekali. Julius menegaskan pentingnya regenerasi berhubung selama nyaris tujuh tahun belakangan ini, dua organisasi tersebut masih ia pimpin. Ia ingin melibatkan banyak orang muda. Ia berharap agar para pegiat sekarang bersedia menjadi pendamping. Selain itu, para pegiat bukan hanya menjadi pelaksana kegiatan, tetapi bersedia pula mengenal seluk beluk lapas, mulai dari mengurus perizinan, kesulitan yang dihadapi warga binaan dan hal lainnya. ***

Edy Suryatno