Panggilan Musa - Keluaran 14:31

Salah satu kesempatan istimewa relasi Bangsa Israel dengan Allah adalah peristiwa 'Keluaran' atau 'Exodus'. Dalam peristiwa tersebut Bangsa Israel tidak hanya melihat. Melalui peristiwa itu juga Bangsa Israel mengalami bahwa Allah sungguh memberikan kepada mereka perlindungan dan keselamatan dengan membebaskan mereka dari penderitaan akibat perbudakan di Mesir. Usaha keluar dari perbudakan Mesir yang menjadi lambang keluar dari perbudakan dosa ini menghabiskan waktu yang tidak singkat. Waktu yang panjang merentang itu menjadi kesempatan di mana Bangsa Israel membangun pola yang tepat dalam mengikat diri mereka dengan Allah melalui ikatan perjanjian yang mereka dapatkan di gunung Sinai. Peristiwa keluaran dari tanah Mesir juga merupakan butir signifikan yang menunjukkan betapa Allah memang mengupayakan tidak tercampur-baurnya segala sesuatu yang kudus dengan yang tidak kudus. Peristiwa tersebut sekaligus menjadi penanda terjadinya perjanjian antara Allah dengan Bangsa Israel.


Musa melarikan diri

Tokoh yang digunakan Allah untuk membebaskan dan memimpin Bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir adalah Musa. Allah memanggilnya di Gunung Sinai untuk membebaskan sanak-saudaranya dari perbudakan di Mesir. Pada saat itulah Allah mewahyukan nama-Nya yang baru, yaitu Yahwe (Keluaran 3:14). Nama 'Yahwe' berasal dari kata kerja Ibrani 'hayah'. Maknanya, 'ada'. Makna lainnya adalah 'berada' atau 'hadir secara aktif'. Nama itu sekaligus menekankan adanya unsur perhatian, keprihatinan, sekaligus tindakan Allah demi umat-Nya. Dalam konteks ini pewahyuan nama Yahwe memiliki ikatan yang sangat erat dengan pengalaman bangsa Israel membebaskan dirinya dari perbudakan Mesir. Dalam kondisi itulah, Yahwe untuk pertama kalinya menegaskan karakteristik diri-Nya sebagai 'Yahwe'. 

Allah adalah Yahwe yang telah menepati janji-Nya kepada Abraham tentang keturunan yang banyak. Yahwe ini pula yang akan menepati janji-Nya yang kedua, yaitu memberikan Kanaan sebagai tanah air bagi keturunan Abraham. Dalam narasi dikisahkan bahwa karya pembebasan Yahwe dari Mesir tidak berjalan mulus karena sanak-saudara keturunan Yusuf tidak begitu saja berkenan menerima Musa sebagai utusan Allah sekaligus pimpinan mereka. Di pihak lain, penguasa Mesir melakukan perlawanan dengan tidak bersedia melepaskan kelompok budak itu keluar dari tanah mereka.

Berkat pertolongan Yahwe, Musa berhasil melarikan diri bersama sejumlah orang bekas budak keturunan Yusuf. Berdasarkan informasi alkitabiah terkait nama-nama diri Mesir yang digunakan sejumlah orang, para ahli dapat menyimpulkan bahwa sekurang-kurangnya Suku Efraim, Manasye, dan Lewi termasuk dalam kelompok tersebut. Sebelum terlalu jauh melarikan diri kelompok itu menemui hambatan besar. Di depan mereka terbentang Laut Teberau. Istilah 'Laut Teberau' yang digunakan teks Indonesia adalah terjemahan ketat kata Bahasa Ibrani 'yam-sûp'. Makna sebenarnya adalah 'Laut Gelagah'. Sementara itu, 'New Jerusalem Bible' menggunakan kata 'the Sea of Reeds'. Kata 'teberau' sebenarnya bermakna gelagah atau rumput tinggi yang beruas-ruas. Bahasa Latinnya, 'Erianthus arundianceus'. Kerap kali orang menerjemahkannya menjadi 'Laut Merah' (Red Sea). Terjemahan itu tidak terlalu keliru karena Kitab Vulgata juga menggunakan kata 'mare rubrum' yang berasal dari Septuaginta (LXX), yaitu 'eruthra thalassan'. Tidak ada alasan yang terang benderang mengapa Septuaginta menerjemahkan seperti itu. Secara geografis tidak jelas juga lokasi yang dimaksudkan.


Penyelamatan Yahwe 

Sementara itu di belakang mereka mengejar sejumlah besar tentara Mesir. Teks Keluaran 14 melukiskan dengan sangat baik situasi kritis tersebut. Seluruh narasi kritis itu terangkum dalam satu bab itu. Akan tetapi, sebenarnya terdapat dua atau bahkan tiga narasi yang berlapis-lapis. Menurut narasi yang paling antik pada bagian tengah bab itu, angin keras yang berhembus dari Timur dalam kombinasi pasang dan surut mengeringkan ujung Laut Teberau menjadi semacam rawa. Hasilnya, kelompok pelarian itu berhasil menyeberangi laut sekaligus terbebas dari pengejarnya. Musa memaknai pembebasan dari Mesir dan dari perangkap Laut Teberau sebagai karya penyelamatan Yahwe seturut janji-Nya saat dirinya dipanggil. 

“Ketika dilihat oleh orang Israel, betapa besarnya perbuatan yang dilakukan Tuhan terhadap orang Mesir, maka takutlah bangsa itu kepada Tuhan dan mereka percaya kepada Tuhan dan kepada Musa hamba-Nya itu” (Keluaran 14:31).

Pengakuan iman ini menjadi dasar dan pondasi sistem keyakinan Bangsa Israel. Bagi Bangsa Israel, Yahwe selalu ada dan menyertai mereka. Yahwe menjadi Allah yang membebaskan Bangsa Israel dari Mesir. Pengalaman manusiawi yang menjadi pengakuan iman ini memantapkan Bangsa Israel untuk terus mengikatkan diri mereka dengan Allah melalui ikatan perjanjian. Bangsa Israel menemukan sekaligus mengalami ikatan perjanjian ini secara konkret di Gunung Sinai melalui perantaraan pemimpin karismatis mereka, yaitu Musa.***