MODERASI BERAGAMA : TERBUKA DAN TERLIBAT

Dalam pertemuan Evaluasi Dewan Pastoral Paroki (DPP) Dekanat Bandung Timur terkait tema Fokus Pastoral 2023 pada 22 Agustus 2023, dihadirkan Pastor Felix Supranto, SS.CC untuk mensharingkan aktivitas pastoralnya dalam bidang moderasi beragama. Pastor Felix berkarya di Paroki St. Odilia Citra Raya yang menurutnya merupakan paroki terluas di Keuskupan Agung Jakarta, meliputi 14 kecamatan, radius 60-70 km dan sebagian besar merupakan daerah pedesaan dan kawasan pabrik. Ia mendapatkan tugas khusus dari Bapa Kardinal untuk moderasi beragama serta meningkatkan ketahanan pangan dan martabat manusia di sebagian wilayah Kabupaten – Tangerang – Provinsi Banten, di mana letak paroki ini berada.

Sebelum menjelaskan konsep moderasi beragama dalam sharingnya ini ia mengenalkan terlebih dahulu melalui data/dokumen presentasinya KH. Nawawi, Ketua MUI yang terkenal, sangat dikagumi dan dihormati. Ia merasa bangga mengenal dan menjadi teman dari pribadi yang sangat penting dalam membangun moderasi beragama ini.


Kebaikan bersama yang tak pernah selesai 

 

Terkait dengan tema moderasi beragama ini, ia mengatakan bahwa ini adalah soal keberanian dan ketulusan membuka hati bagi semua orang Katolik, yaitu untuk mengusahakan kebaikan bersama (bonum communae). Harapan besar disampaikannya agar umat Gereja Katolik, bersama-sama menjadi pelopor, mengajak yang lain terutama kepercayaan lain untuk saling menghargai satu sama lain; artinya orang beragama Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu untuk mau menerima satu sama lain. Bukan berarti menyeragamkan tetapi saling menghormati dan bersama-sama hidup rukun, untuk akhirnya mencapai sukacita hidup berbangsa. “Bukan hanya cukup pada bonum comunae tatapi harus sampai pada somum bonum, kebaikan tertinggi yang itu ada di dalam suara hati semua orang, untuk melakukan kebaikan tanpa diperintah,” ungkapnya

Untuk mengupayakan sukacita hidup berbangsa, tidak cukup dalam waktu setahun dua tahun, tetapi ia menjalani karya ini bertahun-tahun dan seolah tidak ada selesainya. Tujuannya adalah untuk membangun sinergitas antara TNI – POLRI, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat, serta masyarakat akar rumput dalam membangun kerukunan. Cara yang terbaik adalah melalui dialog karya dengan gotong royong.


Inklusif dan terbuka

 

Sebagian besar daerah Kabupaten Tangerang merupakan daerah pedesaan yang menurut istilah Pastor Felix sebagai daerah yang sangat islami, di mana-mana ada pesantren. Lulusan-lulusan pesantren itulah yang akan menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan, bidang kesehatan dan pendidikan.

Para kiai sangat dihormati di masyarakat Kabupaten Tangerang sehingga pemimpin pemerintahan, Bupati, Camat, Polisi pasti meminta restu dan meminta pendapat dari para Kiai. Mereka dipandang sebagai tokoh bijaksana untuk membantu dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah.
Agar umat Katolik di sana tidak terus menerus dianggap asing, umat Katolik untuk tidak menutup diri agar tidak semakin terasing dari masyarakat. Kalau kita, umat katolik, menutup diri, kita justru semakin dicurigai. Situasi ekslusif itu menjadikan semakin sulit membangun persaudaraan sejati yang akhirnya Gereja terisolasi. Dengan begitu kemudian jatuhnya hanya dalam konsep dan keinginan saja, hanya berkutat dalam diri sendiri dan melakukan sesuatu hanya untuk dirinya sendiri, tidak bisa masuk ke tempat yang lain. Maka Gereja, umat Katolik, harus mengusahakan untuk bergaul, menjadi inklusif, terbuka bagi semua.


Hilangkan Negative Thinking

 

Berada, berkarya pada daerah yang sangat Islami merupakan tantangan besar bagi Rm Felix, tidak semudah dibayangkan dan harus berbagai macam cara ditempuh. Ia harus tekun dan kreatif.

Dengan menempuh perjuangan yang sedemikian rupa ini, Pastor Felix kemudian dapat memberikan petunjuk bagaimana memulai dan pihak-pihak mana yang harus dijalin relasi. Caranya pertama-tama harus mengurangi, memerangi negative thinking, karena negative thinking itu menghalangi sinergitas. Gunakanlah struktur Gereja misalnya humas atau hubungan pada pihak masyarakat bagaimana melibatkan dan terlibat, menyapa, masuk ke dalam RT/RW sekitar lingkungan-lingkungan. Humas-humas ini kemudian bertanggungjawab kepada ketua lingkungan, sehingga komponen lingkungan pun terlibat, saling memantau dan saling mendukung. Ketika humas ini berfungsi, maka paling tidak bisa memberi tahukan tentang kegiatan-kegiatan yang kemudian menjadi tidak dicurigai, dilarang, ditolak, bahkan karena silaturahmi yang baik dengan masyarakat, banyak kegiatan kita akan dijaga dan didukung. Penting juga untuk melibatkan dan bekerjasama dengan TNI Polri, karena merekalah yang memegang keamanan dan menjamin kerukunan bagi semua.

Dengan upayanya Pst. Felix mengunjungi para tokoh-tokoh Islam, haji, kiai, pemimpin-pemimpin pondok pesantren di wilayah Citraraya. Awalnya ada rasa khawatir atas penolakan yang akan ada, tetapi ternyata ketika tulus, berani dan terbuka apa yang dikawatirkan itu tidak terjadi. Para tokoh tersebut sangat wellcome dan menyambut kedatangan dan ajakan persaudaraan itu. Lama kelamaan Pastor Felix sebagai tokoh agama juga menjadi orang yang dituakan, dan selalu diajak bermusyawarah, dimintai kebijakan oleh berbagai macam kelompok masyarakat.

Dengan berani dan terbuka masuk dalam masyarakat serta tokoh-tokoh agama tadi, maka Katolik yang minoritas (khususnya di Kabupaten Tangerang - Banten) menjadi diperhitungkan. Negative tihinking yang semula ada musti ditanggapi dengan kebaikan maka akan langsung muncul positive thingking. Dan arahnya ketika kita sudah menjadi saudara dengan komunitas atau kelompok agama yang lain, kita akan selalu dilibatkan, untuk hal apapun selalu pasti diajak bicara. Bermula dari persaudaraan ini maka dimungkinkan untuk berkembang ke arah persaudaraan sejati yang mendalam.


Melibatkan semua

Di lain sisi, Covid 19 menjadi berkat untuk proses persaudaraan bagi semua. Melalui covid orang kemudian menjadi sadar betul tentang arti persaudaraan sejati atau kesadaran bahwa orang tidak bisa sendirian. Pastor Felix merasa sangat terbantu dengan covid untuk memasuki wilayah persaudaraan dengan masyarakat sekitar Paroki Citra Raya. Ia berusaha berkunjung kepada masyarakat luas, orang-orang yang ia ingin bantu, karena situasi covid inilah saat untuk berbagi berkat dan bantuan. Pendek kata situasi covid ia tangkap sebagai makna bahwa kita adalah saudara, keluarga manusia, saling membutuhkan untuk membangun sinergitas dan soliditas bersama.

Dalam bergerak menjalin kerjasama bersama masyarakat dan komunitas-komunitas sekitar, ia juga melibatkan umat setempat, entah dewan pastoral paroki, WKRI, humas-humas lingkungan maupun para frater yang sedang bertugas di Paroki St. Odilia Citra Raya ini. Ia bermaksud untuk memperkenalkan, menampilkan kepada masyarakat bahwa Gereja itu tidak hanya imam-imamnya saja, tetapi juga terdiri dari orang banyak, komunitas, yang memiliki gerak bersama dalam melakukan karya cinta kasih. Dengan mengenali Gereja Katolik maka masyarakat diharapkan juga mengenali pemimpinnya, struktur dan kekhasan jemaatnya. Sementara bagi umat yang terlibat pun diharapkan agar masing-masing memiliki kesadaran akan arti penting hidup berdampingan dalam keberagaman, menyadari pula bahwa karya kemanusiaan itu tidak terbatasi pada sekat-sekat agama atau keyakinan.

Banyak sekali aksi kemanusiaan yang dilakukan komunitas Pastor Felix bersama dengan masyarakat sekitar, yaitu misalnya membangun rumah-rumah bagi masyarakat yang tidak punya rumah, berkunjung dan terlibat dalam kegiatan pondok pesantren. Dalam sinergitas yang telah terjalin, mereka bergotong-royong membuat rumah bagi yang memerlukan, memperbaiki sungai dan kerja bakti lingkungan tinggal, membentuk usaha-usaha perekonomian rakyat, dan peternakan. Dari keseluruhan aksi ini hampir semua lapisan terlibat, bupati, camat, polisi, ulama, pimpinan pondok, dan pihak RT/RW. Gereja pun hadir di sana, umat hadir terlibat, berbicara bersama dan semua saling mengerti.

Suatu kebanggaan dirasakan Pastor Felix ketika Bapa Kardinal juga sering hadir, berkunjung, menikmati suasana masyarakat di sana. Bapa Kardinal sering kali ikut panen hasil-hasil sawah ladang di situ, sekaligus menyapa, berinteraksi dengan masyarakat, sering masyarakat memberikan hasil panen kepada beliau. Semua warga yang bertemu Kardinal menjadi senang, semula mereka yang tidak kenal agama lain, sekarang menjadi tahu dan bahkan bisa berbicara pada pemimpin agama itu. Ia bangga juga ketika sekarang orang-orang Jakarta di hari weekend banyak yang berkunjung ke lahan ketahanan pangan untuk membeli hasil bumi mereka dan untuk berwisata alam di sana.


Tantangan 

 

Dalam membangun moderasi beragama pasti banyak tantangan. Tantangan itu bisa interen dan eksteren. Tantangan interen datang dari umat Katolik sendriri. Beberapa umat Katolik mungkin menganggap kegiatan lintas agama adalah kegiatan yang tak ada gunanya serta hanya memboroskan waktu dan uang. Tantangan eksteren adalah bahaya politisasi agama. Politisasi agama dapat menghancurkan harmoni yang telah kita bangun bersama-sama. Tantangan itu dapat kita atasi dengan tetap tekun melaksanakan kebajikan. Kebajikan itu bagaikan simponi indah yang dapat didengar oleh orang tuli dan lukisan indah yang dapat dilihat oleh orang buta. ***


disarikan oleh :Yohanes Debrito, Redaksi Majalah Komunikasi