MASA PANDEMI COVID-19 SEBAGAI “SEKOLAH KELUARGA”

MASA PANDEMI COVID-19 SEBAGAI “SEKOLAH KELUARGA”


Setiap orang berasal dari sebuah keluarga walau berbeda-beda situasi dan kondisi. Salah satu keprihatinan kita adalah bagaimana menghidupi keluarga ideal. Apakah keluarga kita sudah ideal? Apakah yang dimaksud dengan keluarga ideal? Walau cita-cita dan gambaran sebuah keluarga bermacam-macam, unsur cinta kasih seharusnya menjadi tali pengikat para anggota keluarga seperti yang diingatkan Paus St. Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik, Familiaris Consortio (FC, tahun 1981) “Cinta kasih yang menjiwai hubungan-hubungan pribadi antara pelbagai anggota keluarga merupakan kekuatan batin, yang membentuk dan menjiwai rukun serta persekutuan keluarga.” (FC 21) Cinta kasih inilah yang harus selalu ada kapan dan di mana pun anggota keluarga hidup. Dalam masa pandemi Covid-19 ini, kehidupan keluarga berbeda dengan kehidupan normal biasa. Setelah berlangsung sekitar tiga bulan sejak diumumkan adanya wabah Corono di Indonesia pada awal Maret, kita berada dalam situasi (normal) baru dengan menjalankan roda kehidupan dari dan di rumah.

Kita tentu tak membayangkan bahwa apa yang terjadi sekarang ini sungguh-sungguh harus kita jalankan. Baru pertama kali kita mengalami peristiwa lock-down, isolasi diri, pembatasan sosial, social-physical distancing, dan sejenisnya. Kini lebih banyak aktivitas harus dilakukan dari rumah, di tempat tinggal bersama dengan keluarga melalui konsep work from home, school from home, dan pray at home. Normalitas (baru) ini pasti membawa dampak juga pada keluarga tergantung dari situasi dan kondisi masing-masing. Ukuran, fasilitas, kenyamanan, dan keamanan rumah atau tempat tinggal serta jumlah anggota keluarga dan hubungan antar anggota keluarga akan mempengaruhi apakah pandemi Covid-19 ini bisa menjadi kesempatan rahmat untuk meningkatkan kualitas kehidupan berkeluarga dan lebih mewujudkan idealisme keluarga sebagai Gereja Rumah Tangga. Dengan keharusan untuk tinggal di rumah, para anggota keluarga lebih banyak waktu untuk bertemu secara fisik (badan). Semoga hal ini juga diikuti dengan peningkatan kualitas kebersamaan secara psikis (batin), di mana ikatan emosional, rasional, moral, dan spritual pun tumbuh dengan baik.

Marilah kita menjadikan masa wabah yang tak dapat kita tolak sebagai kesepatan emas untuk mewujudkan apa yang diserukan Paus St. Yohanes Paulus II. “Semua anggota keluarga, masing-masing menurut kurnianya sendiri, menerima rahmat dan tanggung jawab untuk dari hari ke hari membangun persekutuan pribadi-pribadi, sambil menjadikan keluarga “gelanggang bina kemanusiaan yang lebih mendalam”. Itu terwujudkan bila ada perhatian dan cinta kasih terhadap mereka yang kecil, sakit, lanjut usia; bila ada pelayanan timbal-balik sehari-hari; bila ada sikap berbagi harta-milik, suka maupun duka.” (FC 21) Seandainya masing-masing anggota keluarga menyadari talenta, bakat, dan karunia yang dipercayakan Tuhan kepadanya, masa wabah ini menjuadi kesempatan untuk berbagi, terutama dengan keluarga. Dari keluarga mengalir menuju tetangga. Setelah itu bisa mengalir ke tempat yang lebih luas.

Lepas dari adanya kemungkinan berbagai konflik, benturan, bahkan kekerasan yang bisa terjadi antar anggota keluarga karena intensitas perjumpaan fisik dan psikis jauh lebih besar daripada sebelum pandemi, marilah kita menjadikan masa pandemi ini sebagai periode sekolah keluarga agar keluarga-keluarga sungguh menjadi keluarga ideal. Sri Paus St. Yohanes Paulus II menekankan pentingnya keluarga sebagai sekolah kemanusiaan dan kekudusan. Di situlah keluarga menjadi "sel pertama dan vital bagi masyarakat" (FC 42) dan "sekolah kemanusiaan yang lebih mendalam" (FC 21). Masa pandemi Covid-19 bisa menjadi kesempatan untuk membuat keluarga menjadi sekolah kemanusiaan, di mana nilai-nilai manusia tumbuh dan berkembang, rumah kekudusan, di mana keutamaan injil bertumbuh, dan komunitas belaskasih, di mana kasih dan pengampunan menjadi atmosfir kehidupan berkeluarga. Dengan begitu, Covid-19 yang adalah malapetaka (“kutuk”) bagi kehidupan manusia secara global bisa menjadi berkat bagi manusia dan alam semesta (bagi keutuhan ciptaan). 

Kalau sebelum pandemi, para anggota keluarga mungkin lebih banyak hidup sendiri, yaitu belajar atau bekerja, bergaul atau berkarya, dan berusaha dan berjuang tanpa komunikasi dengan atau atensi dari anggota keluarga yang lain. Kini saatnya saling berbagi; saling mendukung; lebih mengenal dan lebih memperhatikan sebagai ungkapan kasih keluarga. Kalau sebelum pandemi, kebiasaan makan, doa, dan berbincang-bincang bersama serta bertukar pikiran dan pengalaman yang meneguhkan satu sama lain kurang atau bahkan tidak dilakukan, inilah saatnya untuk memulai atau meningkatkannya. Dengan begitu, mudah-mudahan masa Covid-19 menjadi masa pendadaran atau pembinaan atau pelatihan keluarga-keluarga untuk makin sungguh menjadi sebuah keluarga Kristen ideal, yaitu Gereja rumah tangga. Mudah-mudahan masa ini juga menjadi suatu penemuan dari pencarian dan pemenuhan dari harapan setiap orang, ternyata kita memiliki keluarga yang diidamkan. Dengan begitu, Covid-19 yang sudah mengakibatkan banyak dampak negatif, juga bisa memberi implikasi positif bagi keluarga kita yang adalah sel utama bagi masyarakat (bagi dunia). Marilah kita jadikan masa pandemi Covid-19 ini sebagai “sekolah keluarga” untuk mengembalikan, memperbaharui, atau meningkatkan idealisme keluarga. Semoga pada saat pandemi ini berakhir, kita sudah lulus dari sekolah keluarga. Pada saat itu kita akan tampil sebagai para pewarta dan pelaku keluarga berhikmat yang hidup berdasarkan iman, harapan, dan kasih.

Orang yang lulus dari “sekolah keluarga” di atas akan dengan penuh sukacita menyambut normalitas baru (new normal) karena sudah dibekali berbagai pengetahuan, keahlian, pengalaman serta mentalitas dan spiritualitas yang dipelajari, dan diperdalam di rumah selama masa Covid-19. Ada perubahan dan peningkatan kualitas pola pikir, cara pandang, bentuk pekerjaan, semangat moral, dan penghayatan spiritual yang sangat berguna bagi situasi normal setelah Covid-19. Indikator keberhasilannya adalah kita makin terbiasa untuk hidup rapih, bersih, sehat, dan hemat serta makin mampu mewujudkan kehidupan yang saling mengasihi satu sama lain yang ditandai perubahan kehidupan dari perspektif egois menjadi makin altruis; orientasi individual menjadi makin solider, dari mengandalkan kehebatan munusia menjadi berserah diri pada kekuasaan Allah. Semoga makin tumbuhlah kreativitas baru yang mengembangkan gagasan, kesadaran, dan gerakan humanis dan ekologis demi keselamatan manusia, keutuhan ciptaan, dan kemuliaan Allah.


Ut diligatis invicem,

Antonius Subianto B OSC