Pengabdian di balik Layar

Warta Utama Majalah Komunikasi

Berada Balik Layar

Oleh Pastor Agustinus Agung Rianto, OSC

Manusia adalah makhluk yang luhur. Keluhuran ini juga nampak di dalam bagaimana manusia menghayati aktivitasnya. Aktivitas manusia sungguh beragam, entah itu yang bersifat sosiologis, antropologis, ekonomis maupun agamis. Berbagai hal bisa melatarbelakangi sehingga manusia terdorong untuk melakukan aktivitas tersebut. Dalam menjalani aktivitasnya, banyak orang ingin diketahui apa yang mereka lakukan. Namun, kita bisa menjumpai juga orang-orang yang aktivitasnya tak ingin diketahui.

Ketika kita berbicara tentang pendakian Mount Evererst mungkin sedikit orang yang mengenal nama Tenzing Norgay. Orang lebih banyak mengenal nama Sir Edmund Hillary sebagai pendaki pertama yang menaklukkan gunung tertinggi tersebut. Akan tetapi, apakah kita tahu bahwa Tenzing Norgay sebenarnya bisa saja menjadi orang pertama yang menginjakkan kaki di sana. Namun selangkah sebelum puncak, ia mempersilahkan Sir Edmund untuk berjalan lebih dulu. Tenzing Norgay lebih suka berada di belakang layar dan mendukung kesuksesan pendakian tersebut.

Orang-orang di belakang layar, melihat dunia dengan sisi yang berbeda. Hal ini boleh-boleh saja. Jika bagi orang lain, menjadi terkenal itu penting, bahkan menjadi tujuan, bagi orang tertentu bisa punya sudut pandang tersendiri. Ada orang yang memandang: yang penting tetap berkarya, tak peduli bagaimana orang melihatnya, orang tak ingin namanya dikenal luas hanya karena aktivitas tertentu. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa berada di belakang layar adalah sebuah pilihan.

Manusia Modern

Meraih kesuksesan dalam menjalankan perkerjaan atau karir adalah impian semua orang. Namun, bagaimana seseorang memandang kesuksesan bisa berbeda. Kebanyakan orang memandang bahwa sukses adalah ketika ia bisa tampil terdepan, muncul sebagai “bintang”. Dengan kata lain, ketika ia melakukan pekerjaan besar dilihat banyak orang, maka ia merasa sukses. Namun, ketika melakukan hal kecil yang tak tampak di permukaaan, ia merasa belum sukses. Maka tidak heran pada zaman sekarang ini, sebagian besar orang seakan berlomba menampilkan aktivitasnya. Tampil dan populer menjadi ukuran kesuksesan dan kehebatan seseorang. Orang bisa memoles citra dirinya agar dikenal orang. Bahkan dikenal orang bisa mendatangkan keuntungan ekonomis, misalnya melalui media sosial. Hal ini, bukan berarti tanpa bahaya. Bahaya akan muncul ketika orang hanya mengejar popularitas dan keuntungan ekonomi tanpa mengindahkan nilai-nilai kebenaran.

Oleh karena itu, salah satu tantangan manusia di zaman ini adalah godaan untuk menjadi populer dengan menunjukkan aktivitasnya melalui media apapun. Kecanggihan teknologi memudahkan manusia untuk menunjukkan aktivitasnya mulai dari yang sepele sampai yang hebat, dari yang sederhana sampai yang rumit. Bahkan kadang hal yang sangat privat pun diperlihatkan kepada orang lain.

Meski demikian, hal yang tidak bisa kita pungkiri adalah di berbagai wilayah kita masih bisa menjumpai orang-orang yang lebih memilih “mengabdi di balik layar”. Aktivitas mereka bukan untuk dipertontonkan, tetapi murni pengabdian kepada Tuhan Allah melalui pengabdian kepada sesama manusia.

Pengabdian: apa itu? Kata ‘pengabdian’seringkali kita dengar atau bahkan kita ucapkan sendiri. Kata ini bisa berarti beribadah atau menyembah. Orang yang melakukannya disebut penyembah atau bisa juga diartikan pelayan. Menurut WJS Poerwodarminto, pengabdian diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan mengabdi. Mengabdi adalah penyerahan diri kepada “suatu” yang dianggap lebih, dilakukan dengan ikhlas, bahkan disertai dengan pengorbanan. Jadi, pengabdian merupakan perbuatan baik berupa pikiran, pendapat, atau pun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, dan semua itu dilakukan dengan ikhlas.Dalam bahasa Inggris, kita temukan dua kata yang berkaitan dengan pengabdian, yaitu: worship dan serve. Worship, yakni mengabdi dalam arti menyembah, sedangkan serve mengabdi dalam arti melayani. Dua kata ini saling melengkapi karena menyembah dan melayani adalah aktivitas manusiawi yang punya dimensi vertikal dan horizontal. Dalam aktivitas horizontal ini sebenarnya juga terkandung nilai vertikal. Nilai-nilai inilah sejatinya yang mendorong manusia untuk melakukan aktivitasnya. Dengan demikian, apapun aktivitas manusia meski tidak kelihatan sekalipun tetap punya dimensi vertikal.Dari pemahaman seperti ini, maka standar kehebatan atau kesuksesan bukanlah pada popularitas melainkan tanggung jawab dalam melaksanakan aktivitas. Untuk sukses tak selalu harus tampil di depan, dilihat banyak orang, disanjung dan dikagumi. Orang-orang yang berada di balik layar mempunyai andil besar dan kontribusi tinggi terhadap tercapainya suatu tujuan. Bagaikan seorang penyanyi tak akan kelihatan indah bila tidak ada pemusik atau orang-orang yang berkontribusi di balik layar.

Tokoh di Balik Layar dalam Gereja Katolik

Manakala kita menengok sejarah Gereja Katolik, kita akan menjumpai begitu banyak tokoh di balik layar yang memiliki dedikasi tinggi tanpa memperlihatkan diri. Bahkan sejarah keselamatan bagi manusia di dunia tak terlepas dari peran Bunda Maria yang sangguh mengatakan “ya” pada kehendak Allah. Dengan rendah hati Bunda Maria mengatakan: “terjadilah padaku menurut kehendakMu”.

Tokoh lain yang bisa kita sebut, misalnya Yohanes Pembaptis yang memperkenalkan dan menyiapkan kedatangan Yesus. Kendati ia banyak kesempatan untuk menjadi populer, namun ia tidak memanfaatkan itu untuk popularitas dirinya sendiri. Ia tidak mau memanfaatkan situasi dan ketidaktahuan orang pada zaman itu. Maka ketika ditanyakan kepadanya, ‘siapakah engkau’, Yohanes dengan tegas mengatakan: "Aku bukan Mesias … Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak." (Yoh 1: 19-27).

Saya yakin kita masih bisa menjumpai banyak tokoh di balik layar dalam peziarahan gereja dari dulu sampai sekarang. Ia tidak tampil di atas “panggung”, tetapi di balik layar. Keputusan-keputusan dan magisterium Gereja pun tidak terlepas dari kontribusi orang-orang yang ada di balik layar. Maka, Gereja Katolik bisa tetap kokoh juga karena peran orang-orang yang punya dedikasi tinggi tapi tanpa memperlihatkan diri.

Tokoh di balik layar ini tidak hanya terjadi dalam gereja universal. Namun, bisa kita jumpai juga dalam gereja partikular, yakni di keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki; bahkan di lingkungan yang sangat kecil sekalipun.Kita sangat bersyukur bahwa masih ada orang-orang yang lebih memilih mengabdi di balik layar ketimbang mengejar ketenaran. Kontribusi mereka sangat berharga. Mereka memberikan sumbangsih dari apa yang mereka punya. Tidak hanya itu, tak sedikit juga di antara mereka yang lebih mementingkan kekokohan gereja daripada popularitas diri sendiri. Kita sadari, mereka ada di sekitar kita. Bahkan bisa juga menjadi rekan pelayanan kita. Maka, sangat patutlah jika pengabdian mereka kita perhitungkan, kita hargai dengan tidak mengecilkan peran mereka karena tidak melakukan hal-hal besar. Bisa jadi yang dilakukan adalah hal kecil, tetapi memiliki dampak yang besar. Kehadiran mereka tidak kelihatan, tetapi memiliki arti yang menakjubkan. Mereka tidak tenar, bukan karena tidak bisa memanfaatkan kesempatan. Mengabdi di balik layar adalah juga pilihan.