MAKIN EKOLOGIS DAN HUMANIS DI TENGAH BENCANA CORONA

MAKIN EKOLOGIS DAN HUMANIS DI TENGAH BENCANA CORONA

 

Saat mendapat suatu musibah, reaksi normal pada umumnya adalah panik karena ada sesuatu yang biasa yang dilaksanakan atau dialami dengan nyaman dan aman menjadi terganggu. Di balik kepaninkan tersebut ada rupa-rupa perasaan negatif: sedih, jengkel, marah, kecewa, dan bahkan putus asa. Reaksi selanjutnya atas kepanikan pun bermacam-macam tergantung dari mentalitas dan spiritualitas orang yang menghadapinya. Apakah dengan marah dan memaki-maki entah kepada siapa, bahkan sampai menyakiti diri sebagai protes terhadap kenyataan, musibah berakhir, malapetaka tak jadi datang, dan kehidupan menjadi lebih baik? Ternyata reaksi negatif kita tak mengubah adanya musibah, malah bisa menjadikan situasi lebih parah. Untuk itulah, kita perlu berpikir positif sambil mencari usaha alternatif dan karya kreatif untuk mengatasi musibah hingga malapetaka pun akhirpun berbuah baik.

Sejak pertama kalinya kasus virus Corona di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020, ada beberapa  reaksi spontan sebagai tanggapan terhadap kepanikan. Orang pun berebut belanja dan menyimpan perbekalan mulai dari minuman, makanan, dan obat-obatan. Bahkan, ada yang orang mencari dan membeli alat perlindungan diri secara berlebihan serta menyimpannya di rumah sebagai tindakan berjaga-jaga. Akibatnya, ada kelangkaan barang dan kenaikan harga yang bisa menggoda orang-orang tertentu untuk memancing di air keruh dengan cara menaikkan harga setinggi-tinggi untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.

Di balik berbagai akibat negatif karena wabah Covid-19 ini, ada beberapa gagasan, kesadaran, dan gerakan alternatif dan kreatif yang justru menghasilkan buah yang belum pernah kita alami sebelumnya. Muncul gerakan sosial untuk saling peduli dan berbagi dan gerakan kultural kebangsaan untuk saling meneguhkan dan bersatu sebagai bangsa melalui panduan suara virtual. Tumbuh kesadaran untuk berkumpul dalam keluarga dan melakukan pekerjaan rumah tangga harian yang mungkin sudah menjadi asing bagi sebagian orang. Kegiatan rohani virtual pun berkembang, seperti ibadat dan misa live streaming.

Salah satu dampak yang paling terasa bagi kehidupan iman Katolik adalah tiadanya kesempatan untuk merayakan Ekaristi bersama di Gereja padahal Sakramen Ekaristi adalah sumber dan puncak iman Katolik. Sebagai pelayanan alternatif, para imam merayakan Ekaristi secara tertutup tanpa umat dan dipublikasikan secara live streaming sehingga bisa diikuti oleh umat dari manapun secara daring (dalam jaringan) dan kapanpun saat melihatnya melalui rekaman yang disimpan di suatu situs media sosial. Syukur kepada Allah, ternyata animo ikut merayakan  (atau melihat) Ekaristi secara daring itu luar biasa. Menurut pantauan dan laporan Komsos Keuskupan Bandung, Ekaristi daring Indonesia menempati urutan kedua paling banyak peminat yang menyaksikannya setelah Ekaristi online Vatikan. Bahkan ada satu Ekaristi yang diikuti dan dilihat lebih dari 100.000 kali.

Di balik besarnya minat menyaksikan (“ikut”) Ekaristi daring, tumbuh kerinduan dan keseriusan yang lebih daripada biasa dari umat untuk mengikuti Ekaristi. Kuantitas dan kualitas iman, setidaknya penghayatan terhadap Ekaristi berkembang lebih baik. Ada orang yang kini menjadi biasa bangun pagi mengikuti Ekaristi setiap hari dengan menyiapkan diri (pakaian dan kelayakannya) seraya menata meja di rumah atau kamarnya sebagai meja doa (bagai altar) yang ditutup kain putih dan dihiasi oleh salib, lilin, bahkan bunga. Ada orang yang terpana saat mendengarkan Sabda Tuhan dan tergugah saat mencerna kotbah. Ada orang yang meneteskan air mata saat melihat Tubuh dan Darah Kristus diangkat oleh imam. Ada anggota keluarga yang saling berpelukan saat memberikan salam damai seraya saling berucap “Damai Kristus!” Ada orang yang menangis rindu saat mendoakan Komuni Batin karena komuni sesungguhnya tak dimungkinkan. Di situlah tumbuh perhargaan dan penghayatan yang lebih agung pada misteri Ekaristi.

Anjuran untuk tinggal atau bekerja di rumah memungkinkan kesempatan untuk bertemu anggota keluarga dan saudara lebih dari biasanya. Bahkan perjumpaan menjadi lebih intensif dan hubunganpun diperbaharui bahkan ditingkatkan. Apa yang biasa sudah lama tak dilakukan padahal bernilai luhur, kini bisa dikerjakan bersama-sama: berdoa bersama, makan bersama, nonton bersama, bahkan berbicara santai sambil membaca atau memainkan gawainya secara bersama-sama. Pekerjaan rumah pun dilakukan bersama-sama: membersihkan dan merapihkan rumah. Para ayah (belajar) mencukur anak-anaknya dan para ibu (belajar) memasak untuk keluarga.

Karena fatalnya akibat wabah Covid-19 ini, yaitu mudah merenggut nyawa manusia, kita pun makin berhati-hati dan lebih rendah hati. Kita mulai terbiasa untuk hidup lebih bersih dan lebih sehat bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain, terutama keluarga, umat, dan masyarakat sekitar. Karena dasyatnya akibat wabah Corona ini, yaitu menyebabkan kehidupan ekonomi dan sosial banyak orang terganggu, kita pun makin memiliki hati dan berempati untuk berbagi rejeki dengan tetangga yang membutuhkan bantuan, bahkan sesama yang tinggal nun jauh dari kita dan tak kita kenal.

Makin tumbuhnya gagasan, kesadaran, dan gerakan ekologis dan humanis adalah buah posisif dari wabah Virus Corona. Itulah belaskasih dan kemurah-hatian Allah yang selalu berkenan mengubah peristiwa negatif yang tidak kita kehendaki menjadi kehidupan positif; mengubah kepanikan sosial menjadi kerinduan spiritual, mengubah kecendrungan mencari keuntungan diri sendiri menjadi kebiasaan untuk berbagi rejeki, dan mengubah pengalaman sakit menjadi komitmen hidup bersih dan sehat. Itulah tanda-tanda ajaib bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita. Ia selalu menemani perjalanan kita dan menghendaki kita hidup selamat dan bahagia.

Semoga hal-hal positif yang kini kita jalankan dan kembangkan sungguh menjadi habitus baru (kebiasaan alternatif dan kreatif) untuk hidup ekologis dan humanis. Kita menjadi makin peduli kepada kelestarian alam sebagai rumah kita bersama dan makin mencari kesejahteraan bersama sebagai ungkapan syukur kepada Allah yang telah menciptakan manusia. Semoga bencana Covid-19 ini menjadi jalan menuju habitus untuk memulihkan keutuhan ciptaan yang diciptakan oleh Allah dengan baik, bahkan sangat baik adanya. Mudah-mudah dengan adanya wabah yang tak kita kehendaki ini, karena sikap arif, kita makin berkembang dalam mentalitas  untuk saling berbagi sebagai perwujudan saling mengasihi satu sama lain dan bertumbuh dalam spiritualitas sebagai pengalaman ketergantungan kepada belaskasih Allah yang maha murah.


Ut diligatis invicem,

Antonius Subianto B OSC