Laudato Si’: Seruan Pertobatan Ekologis

Laudato Si’: Seruan Pertobatan Ekologis

R.F. Bhanu Viktorahadi Pr.*


Bagi Gereja Katolik, dalam makna yang paling ketat ensiklik kepausan adalah sepucuk surat. Biasanya surat itu berisi sejumlah aspek penting ajaran Katolik. Pauslah yang menandatangani sekaligus mengirim surat tersebut. Istilah ensiklik berasal dari bahasa Latin, Literæ encyclicæ yang merupakan terjemahan dari bahasa Yunani 'ensyklikos'. Secara harafiah berarti 'kata-kata melingkar atau berputar'. Surat tersebut ditujukan kepada para uskup Katolik di wilayah tertentu atau lebih sering lagi untuk para uskup di seluruh dunia. Ensiklik awalnya adalah sepucuk surat edaran yang dikirim ke semua gereja di suatu wilayah gerejawi purba. Pada saat itu, istilah tersebut dapat digunakan untuk menyebut sepucuk surat yang dikirim uskup kepada umat berimannya.

Dalam makna aslinya, alamat yang dituju surat itu bisa sangat bervariasi. Bahkan, seringkali ditujukan untuk khalayak yang lebih luas. Ensiklik kepausan biasanya berupa kata-kata singkat dari Paus karena karakter mereka yang lebih pribadi dibandingkan dengan bula formal paus. Istilah ensiklik kepausan sedemikian terkenal sehingga istilah ensiklik digunakan hampir secara eksklusif hanya untuk surat yang dikirim Paus. Judul ensiklik biasanya diambil dari kata-kata pertamanya dalam bahasa Latin.

Dalam Gereja Katolik, belakangan ini, ensiklik umumnya digunakan hanya untuk menyampaikan dan membahas urusan-urusan penting dan mendesak. Sekaligus, ensiklik merupakan dokumen kedua yang paling relevan yang dikeluarkan paus, setelah Konstitusi Apostolik. Akan tetapi, sebenarnya istilah 'ensiklik' tak selalu menunjukkan tingkat kepentingan semacam itu. Arsip dari situs Tahta Suci saat ini cenderung mengklasifikasikan ensiklik tertentu sebagai 'Ekshortasi (seruan) Apostolik'. Istilah informal ini menunjuk pada dokumen yang ditujukan kepada khalayak yang lebih luas daripada sekadar para gembala gereja.

Paus Pius XII berpendapat bahwa ensiklik kepausan, bahkan jika bukan 'ex cathedra' (atau diserukan berbasiskan infalibilitas kepausan), dapat cukup berwenang untuk mengakhiri perdebatan teologis terkait sejumlah pertanyaan secara khusus. Ensiklik menunjukkan prioritas tinggi untuk topik tertentu pada waktu tertentu. Hanyalah paus sebagai kuasa tertinggi yang menentukan kapan dan dalam keadaan apa ekspedisi ensiklik harus dikeluarkan.

Dalam sejarah panjang hidup Gereja, sejumlah paus telah memberlakukan penggunaan sejumlah ensiklik. Melanjutkan tradisi para gembala utama sebelumnya, Paus Fransiskus juga menulis dan menerbitkan beberapa ensiklik di periode kegembalaannya. Ensiklik keduanya berjudul Laudato Si'. Secara lengkap, ensiklik ini berjudul “Laudato Si’: on care for our common home”. Artinya, Terpujilah Engkau Tuhan: Memelihara rumah kita bersama. Ensiklik berisi ajakan untuk memperhatikan dan merawat bumi sebagai rumah bersama ini dipromulgasikan pada 24 Mei 2015. Ensiklik ini diluncurkan di Vatikan pada 18 Juni 2015. Ensiklik inilah yang akan dibahas secara ringkas dalam tulisan ini.

Kenangan akan St. Fransiskus Assisi

Dalam menyusun ensiklik ini, banyak ahli berkeyakinan bahwa Paus Fransiskus mengenangkan semangat iman St. Fransiskus Assisi berkaitan dengan pandangannya terhadap makhluk ciptaan Allah. Menyitir penghayatan St. Fransiskus Assisi, Paus mengajak semua umat beriman untuk memandang ibu bumi ini sebagai 'saudari, rumah kita bersama.' Kepada saudari ini, umat beriman seharusnya berbagi kehidupan. Selain itu, umat beriman juga harus memuji keindahan ibu bumi ini yang lengannya terbuka lebar untuk memeluk semua umat manusia. Paus mengajak umat beriman supaya jangan lupa bahwa manusia berasal dari tanah. Badan jasmani manusia dibentuk dari elemen-elemen bumi. Manusia menghirup udara bumi dan menikmati kehidupan dan kesegaran dari air yang dialirkan ibu bumi ini.

Paus mengingatkan umat beriman pada perilaku manusia terhadap ibu bumi ini. Bumi pertiwi diperlakukan secara semena-mena, dieksploitasi, dan diporak-porandakan. Semuanya itu akibat keserakahan serta arogansi dan rendahnya rasa menghormati manusia terhadap saudarinya, ibu bumi ini. Paus Fransiskus membicarakan pentingnya St. Fransiskus Assisi bagi kehidupan dan pelayanannya sendiri, dan menyebutnya sebagai 'contoh unggul perlindungan orang rentan dan ekologi yang integral, yang dihayati dengan gembira dan otentik.'

Seperti pada umumnya ensiklik kepausan, Laudato Si’ (LS) disusun secara skematis.

Bab Satu : Apa yang sedang terjadi pada rumah kita bersama ini (Ibu Pertiwi)
Bab Dua : Injil tentang Alam Ciptaan Allah
Bab Tiga : Akar manusiawi dari Krisis Ekologis
Bab Empat : Ekologi yang utuh (integral)
Bab Lima : Garis Kebijakan Pendekatan dan Tindakan konkret (program-program)
Bab Enam : Pendidikan dan Spiritualitas Ekologis

Pertanyaan dasar yang menjadi jantung dari ensiklik ini adalah: “Bumi macam apa yang hendak kita wariskan kepada generasi baru sesudah kita hidup, kepada anak-anak yang sedang bertumbuh?” Pertanyaan ini menyentuh makna eksistensial hidup ini dan nilai-nilai sosial dari hidup itu sendiri. Selanjutnya, sejumlah pertanyaan berbasiskan pertanyaan dasar itu disampaikan.

- “Apa tujuan hidup kita di dunia ini?”
- “Apa maksud dari pekerjaan dan usaha-usaha kita?”
- “Apa yang dunia butuhkan dari kita?”

Pertobatan Ekologis St. Yohanes Paulus II

Menghadapi tindakan keserakahan dan arogansi manusia terhadap ibu bumi, Paus mengangkat kembali seruan atraktif St. Yohanes Paulus II. Santo asal Polandia itu menyerukan supaya manusia melakukan 'Pertobatan Ekologis'. Umat beriman diajak untuk berbalik, memutar haluan, dengan 'mengubah pola pikir dan pola bertindak' sebagai penghuni ibu pertiwi masa kini. Pola pikir dan bertindak baru perlu dikumandangkan. Pola baru itu terkait dengan 'cara lebih memandang keindahan dan rasa tanggung jawab untuk melestarikan rumah bersama ini.' Sebaliknya, pola perilaku mengeksploitasi habis-habisan isi perut bumi dan menghilangkan keindahan 'saudari' bumi ini sangatlah ditentang.

Terkait pertobatan ekologis, ensiklik membicarakan enam bidang yang memerlukan kajian yang cermat. Pertama, polusi dan perubahan iklim (LS.20-26). Banyak jenis pencemaran mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, terutama bagi masyarakat miskin. Teknologi bukan satu-satunya jalan untuk memecahkan masalah-masalah ini (LS.20). Ratusan juta ton limbah yang dihasilkan tiap tahun, banyak yang beracun dan radioaktif, dan tak membusuk secara biologis, adalah bentuk lain dari polusi, dan karenanya bumi, rumah kita, mulai tampak sebagai tempat pembuangan sampah yang besar (LS.21). Masalah ini berkaitan erat dengan budaya 'membuang' yang menimpa baik orang yang dikucilkan maupun barang yang cepat disingkirkan sebagai sampah. Manusia harus belajar melestarikan sumber-sumber daya untuk generasi sekarang dan masa depan, dengan membatasi sebanyak mungkin penggunaan sumber daya yang tak terbarukan (LS.22). Umat manusia dipanggil untuk mengakui perlunya perubahan dalam gaya hidup, produksi, dan konsumsi (LS.23), serta untuk mengembangkan kebijakan yang efektif guna mengatasi masalah ini (LS.26).

Bidang kedua adalah masalah air (LS.27-31). Air minum segar merupakan isu yang paling penting, karena sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan untuk mendukung ekosistem di daratan dan perairan (LS.28). Masalah sangat serius adalah kualitas air yang tersedia bagi orang miskin karena menyebabkan banyak kematian dan penularan penyakit yang berhubungan dengan air (LS.29). Ensiklik jelas dalam menyatakan bahwa akses ke air minum yang aman merupakan hak asasi manusia yang dasariah dan universal (LS.30).

Bidang ketiga menyangkut hilangnya keanekaragaman hayati (LS.32-42). Kepunahan spesies tanaman dan hewan yang disebabkan oleh manusia yang mengubah ekosistem, dan konsekuensinya di masa depan tak bisa diprediksi. Kerugian ini tidak hanya berarti hilangnya sumber daya bagi manusia, tetapi hilangnya spesies yang memiliki nilai dalam dirinya sendiri (LS.32-33). Manusia harus mengakui kenyataan bahwa semua makhluk terkait, dan semua saling bergantung (LS.42).

Bidang keempat adalah penurunan kualitas hidup manusia dan kemerosotan sosial (LS.43-47). Manusia harus mempertimbangkan bagaimana kerusakan lingkungan, model pembangunan saat ini, dan 'budaya membuang' berpengaruh terhadap kehidupan manusia (LS.43). Mempertimbangkan efek ini menunjukkan bahwa pertumbuhan selama dua abad terakhir ini tak dalam semua segi membawa perkembangan integral dan peningkatan kualitas hidup (LS.46).

Bidang kelima adalah ketimpangan global (LS.48-52). Paus Fransiskus jelas menyatakan bahwa 'kerusakan lingkungan dan kemerosotan masyarakat lebih berdampak terhadap orang yang paling lemah di bumi' (LS.48), yang termiskin dan terkucil, yang merupakan sebagian besar penduduk bumi, dan yang dalam diskusi politik dan ekonomi internasional sering diperlakukan sebagai masalah tambahan atau kerugian sampingan (LS.49). Tingkat kelahiran tak dapat digunakan sebagai kambing hitam. Manusia harus menghadapi masalah 'konsumerisme ekstrem dan selektif dari sebagian orang' (LS.50). Beberapa pertimbangan ini akan membawa kita kepada kesadaran bahwa, berkaitan dengan perubahan iklim, ada tanggung jawab yang berbeda-beda (LS.52).

Bagian keenam membahas tanggapan yang lemah terhadap masalah lingkungan manusia (LS.53-59). Sebelumnya manusia belum pernah menyalahgunakan rumah bersama ini seburuk seperti dalam dua ratus tahun terakhir (LS.53). Kegagalan menemukan jawaban yang memadai terhadap krisis ini mengungkapkan bahwa politik nasional dan internasional tunduk pada teknologi dan keuangan global (LS.54Manusia tak boleh puas dengan 'ekologi dangkal, samar-samar, yang memperkuat rasa puas diri dan ceria tanpa tanggung jawab' (LS.59), tetapi lebih-lebih harus menghadapi krisis dan segera membuat keputusan tepat dan berani.

Energi positif: secercah harapan yang kian membesar

Sentuhan humanis ensiklik ini melekat pada karakter pribadi Paus Fransiskus. Kesegaran hidup penuh sukacita injili ditampilkan. Paus menegaskan bahwa di tengah hiruk pikuk pemerkosaan terhadap ibu bumi yang dilakukan saudara-saudari manusia tamak dan arogan itu, sesungguhnya terbit secercah harapan. Tak sedikit saudara-saudari manusia di planet ini memiliki jiwa serta semangat memelihara ibu bumi, rumah bersama ini. Di mana-mana berkecambah dan bertumbuh subur kesadaran di kalangan manusia berhati baik untuk memperhatikan lingkungan, menjaga alam, memelihara air, menumbuhkan pohon-pohonan, serta mengatasi polusi udara. Pengakuan akan realitas positif ini menjadi bagian inti dari ensiklik ini.

Ensiklik ini bermuara pula pada inti hidup manusia. Peristiwa perjumpaan antar-manusia ditempatkan selaras dengan perhatian untuk memelihara ibu bumi. Paus Fransiskus mengalamatkan ajarannya ini pertama-tama tertuju kepada umat Katolik. Akan tetapi, Paus Fransiskus juga mengarahkan pandangannya terhadap sesama umat manusia yang mendiami planet bumi ini. Diakuinya bahwa mulai tumbuh gerakan-gerakan memeliharan ibu bumi yang dimotori Gereja-gereja Kristen lainnya dan juga umat beragama lain. Diakuinya pula bahwa banyak institusi atau yayasan-yayasan kemanusiaan yang mengutamakan penyelamatan ibu bumi. Menyadari realitas yang menggembirakan ini, Paus Fransiskus mengajak umat manusia seluruhnya untuk meningkatkan gerakan dialog antar-umat manusia dengan memusatkan perhatian pada ungkapan memuji dan memuliakan Allah, Sang Pencipta dengan merawat dan memelihara rumah bersama.***


*Pengajar kuliah-kuliah Kitab Suci
Fakultas Filsafat Unika Parahyangan Bandung