Credit Union : Komunitas yang Mengedepankan Manusia

Pada dasarnya Credit Union (CU) merupakan salah satu organisasi atau suatu badan yang sengaja dibentuk untuk memberdayakan masyarakat menengah ke bawah. Organisasi ini dibentuk agak mirip dengan koperasi simpan pinjam atau agak mirip dengan bank. Hal yang menjadi perbedaan dan ciri khasnya, yaitu: credit union berbasis pada prinsip ajaran sosial Gereja, yakni mengedepankan martabat manusia, kesejahteraan bersama, dan subsidiaritas. Bahwa Credit Union seharusnya berupaya untuk mengedepankan martabat manusia.

Selain itu, hal yang menjadi ciri khas dari Credit union adalah semua berasal dari, untuk dan oleh anggotanya sendiri. Tujuan utamanya, yaitu: memberikan layanan kepada anggotanya. Beberapa hal tentang CU ini dipaparkan RD Fransiskus Xaverius Sigit Setyantoro, Ketua Komisi PSE Keuskupan Bandung dalam sebuah wawancara dengan tim redaksi. Berikut hasil wawancara dengan Ketua Komisi PSE yang berhasil dirangkum tim redaksi.

Relasi Credit Union dengan Gereja Katolik

Sebagai sebuah organisasi, sebetulnya CU itu mandiri. Dalam realitasnya sampai hari ini, beberapa CU itu masih ikut di Paroki. Artinya secara tempat dan kantor serta pelayanannya juga basisnya Paroki. Tetapi ada pula beberapa CU yang nyaris tidak ada kaitannya sama sekali dengan Gereja lagi. Artinya tidak ada lagi sistem yang terkait dengan Gereja. Jadi, kalau melihat keterkaitan dengan Gereja, sebetulnya CU bukanlah milik Gereja. Kendati demikian, Gereja selalu berupaya untuk mendorong agar CU kembali menghidupi semangat dari CU itu sendiri melalui visi dan misinya. Salah satu bentuk dukungan dari Gereja adalah dengan mendampingi mereka, yakni dengan mendatangkan narasumber yang bisa memberikan masukan agar CU-CU ini bisa kembali kepada semangat awalnya.

Semangat awalnya dari CU itu adalah berfokus pada manusia. Dalam hal ini manusia harus menjadi perhatian utama. Dan, CU adalah salah satu lembaga keuangan mikro, di mana melalui lembaga keuangan ini dapat membantu orang-orang yang tidak mempunyai akses ke bank. Bahkan ketika mereka memerlukan sesuatu untuk membuka sebuah usaha. CU dapat membantu untuk mengadakan modal usaha. Bagi orang yang membutuhkan menjadi nasabah bank, tentunya harus memenuhi banyak syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan bank tersebut. Tentunya, tidak semua orang dapat memenuhi persyaratan itu. Lembaga keuangan mikro, dalam hal ini CU pada prinsipnya membantu orang-orang yang membutuhkan modal usaha.

Prinsip CU itu memanusiakan manusia, sesuai dengan ajaran sosial Gereja, yakni berpihak pada orang miskin. Mereka bukanlah obyek karitatif, karena mereka perlu membangun kesadaran bahwa mereka mampu. Pada bagian ini, hal yang harus ditekankan yaitu: bahwa mereka memiliki kemampuan, kapasitas, sehingga terbangun rasa percaya dirinya. Sekali lagi yang menjadi obyek utamanya adalah manusia.

Eksistensi CU di Keuskupan Bandung

Hal yang harus diakui bahwa nama CU di Keuskupan Bandung sudah tidak terlalu bagus lagi. Hal ini karena ada beberapa CU yang tidak menjalankan kunci dasarnya. Sebenarnya dalam situasi seperti ini, jika kita mau memasukkan Gereja ke CU ini, maka sama dengan memasukkan Gereja dalam situasi yang sulit. Ada beberapa CU itu mengalami persoalan dan sekarang sudah tidak lagi menjalankan apa yang menjadi visi misi utamanya. Visi-misi atau tujuan utama itu sebetulnya tampak jelas dalam ajaran sosial Gereja (Martabat Manusia, Kebaikan bersama, dan Subsidiaritas). Memang pada awalnya Gereja yakin bahwa prinsip yang dikembangkan CU ini baik, dan hal ini sangat mendukung orang-orang yang berkekurangan. Tetapi sekarang ternyata tidak berjalan dengan ideal. Oleh sebab itu, jika ditanyakan apakah CU di Keuskupan Bandung berjalan dengan lancar? Tinggal ditanya saja apakah nilai yang ada dalam ASG sudah dijalankan atau belum. Ketika manusia menjadi subyek utama dan orang miskin masih menjadi pilihan utama. Maka CU itu berjalan dengan lancar. Sebab CU bukan hanya bicara soal uang tetapi bagaimana mereka sunguh-sungguh terbantu dalam hidupnya. Mereka diajarkan bagaimana mereka dapat merencanakan dan mengalokasikan dana yang mereka miliki, bukan hanya sekadar menabung.

Sebetulnya anggota itu harus terbatas, karena anggota itu harus berdasarkan sistem lokasi (zonasi). Mengapa harus terbatas pada zona tertentu, karena sekali lagi itu bukan hanya mengurusi soal uang! Jika hanya mengurusi soal keuangan, maka dengan duduk di kantor saja pun bisa beres. Pentingnya zonasi adalah ketika suatu CU mulai bekerja, sasaran utamanya umat katolik terutama di wilayah tempat CU itu dibangun. Ketika di suatu CU membatasi hanya menerima anggota dari wilayah zonasinya. Dengan demikian, pemberdayaan itu dapat berjalan dan selalu fokus pada orang (anggota). Sebetulnya ketika semuanya berjalan dengan baik, langkah selanjutnya adalah membuat sistem basis. Pembentukan sistem basis ini berfungsi untuk memantau keadaan anggota-anggota dalam CU. Oleh sebab itu, hal yang sangat disarankan agar CU itu harus kembali ke sistem zonasi tersebut.

Harapan Credit Union ke Depan

Pastor Sigit, demikian sapaan akrabnya, pernah mengingatkan saat ia menjadi ketua Komisi PSE. Pada waktu itu, ia mengumpulkan CU-CU dan pernah mendata secara “kasar” saja. Dari semua CU yang datang hampir semua anggotanya dari generasi Baby Boomers. Kemudian ia mulai berpikir pentingnya regenerasi. Ia menyampaikan bahwa jika anggotanya mayoritas orang tua, maka proses regenerasi akan mengalami kesulitan. Sistem CU ini masih konvensional, padahal sekarang orang mengenal mata uang digital. Generasi saat ini kurang tertarik pada hal-hal konvensional. Tawaran visi-misi yang dijalankan CU akan sesuai dengan hal yang seharusnya dan menjadi hal yang tetap relevan sepanjang zaman. Untuk itu, perlu dipikirkan terutama bagi pihak-pihak yang mengelola di lapangan tentang bagaimana CU yang sifatnya konvensional itu menjadi suatu hal yang menarik untuk orang muda.

Banyak CU yang bermasalah itu pada akhirnya berbicara soal pengelolaan. Tata kelola tidak berjalan dengan baik, ketika tata kelola tidak berjalan dengan baik akhirnya keuangannya menjadi kurang jelas. Untuk hal ini, ia berharap agar ketika sebuah CU mengalami suatu persoalan, sekurang-kurangnya dari pengurus ada kesadaran untuk meminta tolong kepada orang yang mempunyai kompetensi di bidang ini. ***


Eddy Suryatno