SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018

TERGERAK HATI, BERBAGI BERKAT


Saudara-Saudari yang terkasih,

Dalam banyak kesempatan Sri Paus Fransiskus mengajak kita untuk memerangi ketidak-pedulian yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Ketidak-pedulian yang telah mendunia ini terjadi karena manusia pertama-tama tidak peduli pada Allah, yang menghasilkan ketidak-pedulian pada sesama dan alam. Maka, Sri Paus mengajak kita untuk mengganti ketidakpedulian global ini dengan belas kasih universal. Dalam konteks inilah, kita memasuki masa Prapaskah yang diawali dengan tanda salib abu pada dahi di hari Rabu Abu, 14 Februari 2018 sebagai saat dan kesempatan agar kita makin peduli terhadap Allah hingga mudah tergerak untuk berbelas kasih pada sesama dan berbelarasa dengan alam. Dengan tema Aksi Puasa Pembangunan 2018 “Membangun Solidaritas Sosial dalam Membangun Keutuhan Ciptaan”, kita mau mendekatkan diri pada Allah, mengasah hati nurani, dan meningkatkan kepedulian kita pada keutuhan ciptaan melalui pantang dan puasa dalam ketekunan doa dan tapa yang dibuktikan dengan tindakan amal dan belas kasih.

Dalam Injil hari ini (Mrk 1: 40-45), seorang berpenyakit kusta datang kepada Yesus untuk  disembuhkan. Kiranya ini bukanlah keinginan sembuh semata yang bersifat individual, tetapi juga kemauan kuat untuk tidak menjadi gangguan bagi sesama yang bersifat sosial. Penyakitnya menyebabkan orang tidak aman dan nyaman. Kalau orang bertemu dengan penderita kusta, ia menghindar supaya tak terkena najis dan lari takut tertular. Ada rupa yang buruk; ada bau tidak enak; ada situasi meresahkan. Penyakit kusta bukan hanya menyebabkan penderita menjadi orang asing dan terbuang, tetapi juga membuat masyarakat tercemar dan kehidupan sosial terganggu. Orang kusta bukan hanya kehilangan martabatnya sebagai manusia, tetapi juga kehilangan kehormatannya sebagai warga masyarakat dan kesuciannya sebagai umat Allah.

Dengan datang dan memohon kepada Yesus: “Jika Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan aku!”, si kusta peduli pada keselamatannya sendiri dan kesejahteraan bersama. Inilah gerak pertobatan si kusta. Tanpa menunda waktu Yesus pun menyembuhkannya: “Aku mau, jadilah engkau tahir!” Hasil dari kepedulian Yesus tersebut, si kusta sembuh, terjadi pemulihan kesehatan personal dalam dirinya. Kini ia bisa hidup sehat seperti orang kebanyakan. Hasil dari belas kasih Yesus tersebut, si kusta tahir, terjadi pemulihan hubungan sosial dengan sesamanya. Kini ia bisa bergaul dengan orang lain dengan aman dan nyaman. Hasil dari perjumpaan dengan Yesus tersebut, si kusta bersih, terjadi pemulihan relasi spiritual dengan Allah. Kini ia berani menjadi pewarta yang memberi kesaksian akan belaskasih Allah pada dirinya.

Saudara-Saudari yang terkasih,

Ketidak-pedulian global kiranya merupakan bukti berjangkitnya “kusta”, yaitu penyakit yang menyebabkan manusia tidak manusiawi lagi dan manusia tidak lagi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Salah satu akibat dari “kusta” ketidak-pedulian yang ada di depan kita adalah pencemaran air sungai yang mengakibatkan berbagai penyakit dan banjir. Berapa banyak sampah yang dibuang ke sungai setiap hari? Berapa banyak kotoran dialirkan ke sungai setiap saat? Berapa banyak limbah yang dibuang ke sungai setiap waktu? Berapa banyak racun yang terkumpul dalam sungai setiap detik? Cermatilah sungai berukuran baik besar maupun kecil dan lihatlah selokan yang ada di sekitar kita! Bagaimana keadaannya? Kalau ada hujan (besar), genangan air terjadi di banyak tempat. Banjir melanda beberapa wilayah, bahkan secara rutin, seperti di wilayah Bandung Selatan.

Pertobatan sejati berdimensi empat: makin dekat dengan Allah, makin betah dengan diri sendiri, makin akrab dengan sesama, dan makin berpihak pada alam. Pertobatan perlu diwujudkan dalam berbagai gerakan melalui pantang dan puasa, doa dan tapa, serta amal dan kasih. Salah satu gerakan yang kini sedang digalakkan di wilayah Jawa Barat, di mana Keuskupan Bandung berada adalah gerakan Citarum Harum. Pejabat pemerintah dan aparat TNI/POLRI bergandengan tangan dengan umat dan masyarakat memulihkan Sungai Citarum dengan berbagai cara: penyuluhan masyarakat, pembersihan sungai, penghijauan hulu, penertiban bantaran sungai, pengerukan sungai, dan penyehatan air. Di balik program Citarum Harum tersebut, ada kesadaran dan gerakan untuk memulihan kehidupan. Sungai Citarum itu hanya salah satu sungai. Marilah kita terapkan juga pada sungai-sungai lain baik kecil maupun besar. Polusi air itu hanya salah satunya, marilah kita pulihkan keutuhan ciptaan yang terjadi juga karena adanya polusi mental, moral, dan spiritual.

Saudara-Saudari yang terkasih,

Marilah kita menjadikan laku tobat kita pada masa Prapaskah ini sebagai pembaharuan kesadaran dan gerakan peduli pada alam sebagai konsekuensi kepedulian pada hidup sesama dan sebagai perwujudan iman pada Allah. Dengan matiraga dan puasa, kita makin sadar untuk mengontrol diri agar tidak menjadi ganguan bagi sesama. Dengan doa dan tapa, kita makin peka akan panggilan Allah untuk memulihkan kehidupan. Dengan amal dan kasih, kita makin mampu berbagi rejeki dengan sesama.

Bersama umat dan masyarakat, marilah kita meningkatkan kesadaran dan mengembangkan gerakan solidaritas sosial demi keutuhan ciptaan. Marilah kita wujudkan kesadaran tersebut dengan gerakan sederhana, misalnya mulai dari keluarga sendiri melakukan gerakan mengurangi sampah, membuang sampah pada tempat yang pas, melakukan penghijauan, dan menjalankan penghematan air. Dengan kesadaran akan dosa yang harus dipulihkan Allah dan kemauan menjadi agen belas kasih yang peduli ada sesama dan alam, marilah kita datang kepada Tuhan: “Jika Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan aku!”


Bandung, 2 Februari 2018, Yesus Dipersembahkan di Kenisah


Ut diligatis invicem

 

+Antonius Subianto Bunjamin OSC

Uskup Bandung