KEUSKUPAN BANDUNG MENGHADAPI PANDEMI CORONA VIRUS

KEUSKUPAN BANDUNG MENGHADAPI PANDEMI CORONA VIRUS:

MEMBANGUN SOLIDARITAS DAN KEMANDIRIAN 


Pandemi

Virus corona pertama kali muncul dan merebak di Wuhan pada Desember 2019. Di awal kemunculannya, virus ini tidak menjadi perhatian banyak orang. Orang tidak menyangka bila akhirnya virus ini akan merebak ke seluruh dunia dan menjadi ancaman yang serius dan berbahaya. Banyak negara-negara yang tidak siap dalam mengantasipisi paparan virus corona ini. Paparan virus corona yang semakin meluas di seluruh dunia dan semakin banyaknya korban, WHO akhirnya menetapkan wabah ini sebagai pandemi. Pandemi dalam bahasa Yunani berasal dari dua kata: “pan” yang berarti “semua” dan “demos” yang artinya “orang atau populasi”. Pandemi menyerang hampir semua orang. Dengan kata lain, penyakit yang disebabkan oleh virus corona atau yang disebut dengan corona virus disease 2019 (COVID 19) adalah situasi darurat universal.

Kasus COVID 19 pertama kali ditemukan di Indonesia pada awal bulan Maret. Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2019 mengumumkan secara resmi deteksi penemuan ini. Selanjutnya, tingkat paparan virus corona di Indonesia semakin meningkat dengan cepat. Data terakhir di Indonesia (2/5 2020) 10.843 orang terkonfirmasi positif corona, 1.665 sembuh, dan 831 orang meninggal. Di wilayah Jawa Barat tercatat 1.043 orang positif, 147 orang sembuh, dan 84 orang meninggal.

Dampak yang diakibatkan oleh pandemi ini tidak hanya mengancam keselamatan jiwa karena paparan langsung dari virus ini. Dampak susulan yang yang menyertai virus ini adalah ancaman kehidupan manusia dalam berbagai sektor, seperti: sosial, ekonomi, bahkan dalam bidang spiritual. Semua orang terpapar. Misalnya dalam bidang ekonomi, Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung (30/4/2020) mencatat 9.200 orang di PHK. Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, memberi pernyataan bahwa 60,000 pekerja di Jawa Barat di PHK.


Solidaritas dan Kemandirian menghadapi Pandemi

Pandemi saat ini merupakan situasi darurat universal. Semua bangsa dan semua orang terdampak pandemi ini. Dalam situasi yang seperti ini, semua orang bertanggung jawab untuk membangun solidaritas dengan sesamanya untuk bersama-sama menanggulangi penyebaran virus corona ini. Kardinal Luis Antonio Gokim Tagle, Presiden Caritas Internationalis, mengingatkan umat Katolik tentang sikap yang perlu dibangun pada masa darurat pandemi ini. Kardinal Tagle menyatakan; dalam situasi darurat, secara naluriah yang pertama kali kita pikirkan adalah diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Tindakan ini pada dasarnya baik, namun sebaiknya terukur agar kita sebaiknya tidak hanya memikirkan diri kita sendiri. Rasa takut yang membutakan mata hati pada kebutuhan orang lain sebaiknya kita hindari. Lebih lanjut, kita tidak diharapkan mengambil sikap seperti Pilatus. Pada saat peradilan Yesus, Pilatus “mencuci tangan di hadapan banyak orang, dan menyatakan ‘saya tidak bersalah terhadap darah orang ini. Itu urusan kamu sendiri’” (Matius 27:24).

Solidaritas akan terwujud ketika ada bela rasa dengan sesama. Kita ambil peran sesuai dengan kapasitas kita dalam memutus mata rantai penyebaran virus. Peran mandiri seseorang mungkin terlihat sangat sederhana: menjaga social distancing, menjaga kebersihan tangan, atau bahkan memberikan sedikit makanan kepada tetangga yang kesulitan mendapatkan makan sebagai dampak pandemi.

Di dalam situasi darurat yang berdampak pada semua orang, kita berharap pula munculnya pandemi kepedulian, kasih sayang, dan cinta. Situasi darurat kritis yang terjadi akan dapat segera teratasi apabila dibarengi dengan usaha memunculkan harapan yang sama kuatnya. Dan ini adalah tanggung jawab semua orang.


Pilihan Sikap Gereja Keuskupan Bandung: “ TENANGLAH! AKU INI, JANGAN TAKUT!” (Mat 14;27).

Keprihatinan dan situasi darurat universal ini juga menjadi bagian dalam perjalanan Gereja Keuskupan Bandung. Di dalam keprihatinan yang besar, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC mengeluarkan Surat Gembala untuk Gereja Keuskupan Bandung; “ TENANGLAH! AKU INI, JANGAN TAKUT!” (Mat 14:27). Di dalam Surat Gembala ini, ada beberapa sikap pastoral yang diwujudnyatakan dalam aksi sebagai bentuk solidaritas dan bela rasa Gereja Keuskupan Bandung.

Pertama, “....bertambahnya kesulitan masyarakat sederhana karena kehilangan pekerjaan dan kekurangan pendapatan, serta banyaknya anjuran pencegahannya, saya berharap kita makin percaya pada kuasa Allah dan tetap berjalan sehati-sejiwa”. Semangat sehati sejiwa terutama bagi mereka yang sangat terdampak terutama kategori KLMTD (kecil, lemah, miskin, terpinggirkan, dan difabel) sangat menjadi perhatian Gereja Keuskupan Bandung. Kepedulian ini mendasari Gereja Keuskupan Bandung melalui paroki-paroki memberikan bantuan sembako, makanan siap santap, sarana preventif (masker, disinfektan, sabun, hand sanitizer, APD). Selama dua bulan terakhir, Paroki-paroki memberikan bantuan kepada umat dan juga masyarakat umum sebagai bentuk solidaritas Gereja.

Kedua, “Dengan tetap waspada serta menjaga kesehatan sendiri dan keselamatan bersama”, seruan ini mengarah pada ranah perorangan seluruh umat di Keuskupan Bandung. Gereja Keuskupan Bandung mengajak seluruh umat untuk menjadi pemutus rantai keterpaparan virus. Dengan menjaga kesehatan pribadi dan memperhatikan anjuran-anjuran yang benar dari banyak pihak terutama pemerintah berarti melakukan tindakan dalam memupus rantai penyebaran virus. Dengan melakukan anjuran-anjuran ini berarti menjaga keselamatan diri dan keselamatan bersama.

Ketiga, “marilah kita bersikap arif dalam perkataan (komentar, tulisan, pesan) dan perbuatan (pekerjaan, kegiatan, pertemuan) hingga tidak memperburuk situasi”. Kita baru pertama mengalami kegiatan menggereja yang melibatkan banyak orang tidak dilaksanakan secara fisik tetapi secara daring. Bapak uskup mengajak seluruh umat untuk bersikap bijak agar tidak memperburuk situasi. Umat diajak untuk berdoa dari rumah, rapat-rapat dan pertemuan ditunda, menunda agenda-agenda pastoral yang melibatkan banyak orang. Kebijakan ini untuk menghindari terciptanya kluster baru penyebaran virus.

Keempat, Petunjuk rohani: ekaristi, doa, katekese, dll. Gereja Keuskupan Bandung tetap memperhatikan kehidupan rohani umat. Dengan berdoa dari rumah, bukan berarti kehidupan rohani umat tidak diperhatikan. Komisi Sosial Keuskupan Bandung memberikan pelayanan yang tidak henti dengan live streaming ekaristi yang dipimpin oleh Bapak Uskup. Paroki-paroki juga mengadakan live streaming dari gereja paroki masing-masing. Kerinduan dan kebutuhan umat untuk mengembangkan kesalehan dalam kehidupan rohani tetap mendapatkan pelayanan dengan baik.

Sampai saat ini, situasi belum membaik dan kita tidak tahu kapan akan berakhir. Maka, mari kita tetap memelihara harapan dengan membangun solidaritas kepada sesama serta melakukan aksi mandiri yang bersifat memutus rantai penyebaran virus corona ini. Solidaritas dan kemandirian kita akan mendukung proses pemulihan pandemi.***